Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nagorno-Karabakh Menunggu Perang Berhenti dan Berharap Dapat Bangun Kota Kembali

Kompas.com - 21/10/2020, 08:51 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

Sumber AFP

MARTAKERT, KOMPAS.com - Mengenakan seragam militer, wali kota Martakert, Misha Gyurjyan, bersandar di mejanya dengan gulungan kabel dan dua telepon di kantor ruang bawah tanah sementara, senapan Kalashnikov-nya diletakkan di belakangnya.

Kotanya di timur laut wilayah pegunungan Nagorno-Karabakh telah mendapat serangan rutin sejak pertempuran meletus antara separatis Armenia dan pasukan Azerbaijan September, memaksa sebagian besar dari 5.000 penduduknya mengungsi, sebagaimana yang dilansir dari AFP pada Selasa (20/10/2020).

Rambut abu-abu menipis membingkai wajah bulat Misha Gyurjyan, sekarang menghabiskan sebagian besar hari-harinya di kantor ruang bawah tanah, keluar hanya sesekali untuk menilai seberapa jauh kerusakan kota.

Baca juga: Erdogan Beberkan Alasan Turki Dukung Azerbaijan di Perang Nagorno-Karabakh

Pria berusia 61 tahun itu menemani wartawan AFP dalam tur ke kota terpencil, di mana hanya anjing dan babi liar yang mencari makanan yang terlihat berkeliaran di jalan-jalannya.

Perkiraan Gyurjyan lebih dari 30 persen rumah hancur dalam perebutan provinsi yang disengketakan itu, tapi dia memperingatkan bahwa dia tidak dapat memastikan angka-angkanya sampai penembakan harian Azerbaijan berakhir.

"Pertempuran harus dihentikan agar kita dapat menghitung kerusakan dari jalan ke jalan," kata Gyurjyan.

Tidak ada sirene pengeboman di Martakert untuk memperingatkan penduduk tentang serangan yang mengancam, catat wali kota.

"Kami tidak lagi memiliki listrik," tambahnya selama perjalanan melintasi kota yang diselingi oleh gemuruh tembakan yang dalam dari garis depan sejauh 10 kilometer.

Baca juga: Turki Bantah Kerahkan Pasukan Suriah untuk Azerbaijan Perang di Nagorno-Karabakh

Gyurjyan berhenti di sebuah rumah yang katanya dihancurkan oleh penembakan beberapa hari lalu.

Lembaran logam yang robek dari atap berserakan di sekitar taman, seikat anggur hitam tergantung di teralis dan sebagian dinding rumah yang hangus telah runtuh.

Di taman rumah lain yang hancur di dekatnya, lalat berkerumun di sekitar tubuh anjing yang sudah mati.

Selanjutnya, wali kota berhenti di depan sebuah bangunan besar satu lantai yang katanya diserang pada 10 Oktober, mengatakan bahwa itu dulunya adalah rumah keluarganya sendiri.

Dinding menahan serangan, tapi semua jendela pecah. Pepohonan di taman berantakan, batangnya menghitam oleh api.

Baca juga: Korban Tewas Perang Armenia-Azerbaijan di Nagorno-Karabakh Capai 600 Orang

Kami akan membangun kembali semuanya

"Putraku ada di sini," kata Gyurjyan.

"Dia kembali dari depan untuk istirahat. Dia punya waktu untuk keluar sebelum serangan udara," tambahnya sambil menyalakan satu batang rokok segera setelah menyelesaikan batang rokok lainnya.

Istri Gyurjyan mengungsi di ibu kota Armenia, Yerevan, sementara kedua putranya bertugas di militer.

Dia memeriksa arlojinya, menunjukkan 14:30. "Waktu yang buruk. Mereka (Azerbaijan) bisa mulai mengebom," jelasnya sambil naik kembali ke mobilnya.

Kembali ke ruang bawah tanah tiga kamar, remang-remang yang berfungsi sebagai kantor, asrama dan dapur, Gyurjyan bergabung dengan anggota tim kotanya. Ada beberapa pria di sana, kebanyakan dari mereka mengenakan seragam tempur.

Mantan kepala polisi lalu lintas yang menjadi wali kota pada 2011 ini mengenang bahwa pertempuran baru Armenia-Azerbaijan di Nagorno-Karabakh terjadi pada saat yang lebih buruk.

Baca juga: Turki Minta Rusia Bujuk Armenia agar Angkat Kaki dari Nagorno-Karabakh

“Kami baru saja selesai membangun kembali jalan, orang-orang membeli apartemen, tanaman (delima) mulai matang,” kenangnya dengan kecewa saat menjelang pertempuran terjadi.

Lebih dari 800 orang yang tewas sejak pertempuran baru dimulai lebih dari 3 pekan lalu, 3 orang tewas di Martakert, katanya.

"Saya tidak membayangkan itu akan dimulai lagi," katanya, merujuk pada gejolak yang sering terjadi di wilayah sengketa sejak perang pasca-Soviet yang menewaskan 30.000 orang.

"Tapi, ini senjata yang berbeda - pemboman udara, drone. Sebelumnya kami bertempur dengan senapan," kata Gyurjyan, veteran perang pertama yang menyulut konflik selama puluhan tahun.

Ketika salah satu teleponnya berdering, dia segera mengangkatnya. Itu adalah penduduk yang melarikan diri, meminta penilaian situasi di kota.

"Tidak apa-apa...tenang," katanya di telepon, lagi-lagi menyalakan rokok baru setelah mengganti gagang telepon.

"Kami akan membangun kembali semuanya saat berhenti," katanya dengan mata merah karena berjam-jam kurang tidur.

Baca juga: Azerbaijan-Armenia Sudah Gencatan Senjata, Ledakan Masih Melanda Nagorno-Karabakh

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com