Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demonstrasi Thailand, Mengapa Kaum Muda Bersedia Melawan Hukum dan Pimpin Aksi Besar-besaran?

Kompas.com - 18/10/2020, 11:32 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Editor

Bagaimana aksi protes besar-besaran ini berawal?

Thailand memiliki sejarah panjang kerusuhan dan protes politik, tetapi gelombang baru dimulai pada bulan Februari, setelah partai politik oposisi yang populer diperintahkan untuk dibubarkan.

Perintah ini menyusul pemilihan umum pada Maret tahun lalu - yang pertama sejak militer merebut kekuasaan pada 2014. Bagi banyak anak muda dan pemilih pemula, hal ini merupakan peluang untuk perubahan setelah bertahun-tahun berada di bawah pemerintahan militer.

Namun pihak militer telah mengambil langkah-langkah untuk memperkuat peran politiknya, dan pemilihan menghasilkan Prayuth Chan-O-Cha - pemimpin militer yang memimpin kudeta - dilantik kembali sebagai perdana menteri.

Future Forward Party (FFP), partai pro-demokrasi, dengan pemimpin karismatiknya Thanathorn Juangroongruangkit, memperoleh jatah kursi terbesar ketiga dan sangat populer di kalangan muda, pemilih pemula.

Namun pada Februari, pengadilan memutuskan bahwa FFP terbukti telah menerima pinjaman dari Thanathorn yang dianggap sebagai sumbangan - sehingga menjadikannya ilegal - dan partai tersebut terpaksa bubar.

Baca juga: Abaikan Aturan Berkumpul, Ribuan Demonstran Thailand Masih Penuhi Jalan

Ribuan orang kemudian berpartisipasi dalam aksi turun ke jalan. Namun, aksi ini kemudian dihentikan oleh pembatasan dalam situasi pandemi Covid-19, yang secara teknis melarang pertemuan di bawah keadaan darurat virus corona di Thailand. Melanggar larangan tersebut dapat mengakibatkan hukuman penjara dua tahun.

Keadaan kembali memanas pada bulan Juni ketika seorang aktivis pro-demokrasi terkemuka hilang.

Wanchalearm Satsaksit, yang telah tinggal di Kamboja dalam pengasingan sejak 2014, dilaporkan diculik dari jalan dan dimasukkan ke dalam kendaraan.

Para pengunjuk rasa menuduh Thailand mengatur penculikannya. Tuduhan ini dibantah oleh polisi dan pemerintah.

Dalam beberapa bulan terakhir aksi mereka meluas pada seruan pembatasan kekuasaan Raja Thailand Maha Vajiralongkorn, yang sekarang menghabiskan sebagian besar waktunya di luar negeri.

Para pengunjuk rasa menentang keputusan raja yang mengalihkan semua kepemilikan di Biro Properti Mahkota ke kepemilikan pribadinya, yang menjadikannya orang terkaya di Thailand. Kekayaan itu hingga kini secara sengaja disimpan dalam kepercayaan untuk kemaslahatan rakyat.

Ada juga pertanyaan tentang keputusannya untuk mengambil komando pribadi dari semua unit militer yang berbasis di Bangkok - konsentrasi kekuatan militer di tangan kerajaan- yang belum pernah terjadi sebelumnya di era Thailand yang modern.

Baca juga: Dianggap Bahayakan Ratu, 2 Aktivis Thailand Ditangkap

Apa yang akan terjadi selanjutnya?

Kemampuan gerakan untuk terus mengumpulkan massa dalam demonstrasi besar-besaran yang terlihat dalam beberapa bulan terakhir akan menghadapi masa sulit menyusul tindakan keras bagi pertemuan publik, terutama dengan beberapa tokoh aktivis yang ditahan di luar Bangkok.

Namun, setidaknya satu orang pemimpin mahasiswa telah bersumpah bahwa demonstrasi akan terus berlanjut. Dalam rekaman yang dibagikan secara luas di media sosial, Panusaya mengatakan dekrit darurat pemerintah harus diabaikan.

Dalam beberapa bulan terakhir, aksi berupa "flashmob" dalam skala kecil yang mudah diatur dan dapat dengan cepat dibubarkan telah dimobilisasi di kota-kota kecil, dengan dorongan dari media sosial.

Dan sekarang, orang-orang dari berbagai usia, dari semua bagian negara - selain pendukung monarki garis keras - tampaknya setuju dengan para tokoh mahasiswa bahwa monarki adalah sasaran dalam perbaikan institusi Thailand, kata koresponden BBC di Bangkok, Jonathan Head.

Hanya masalah waktu sebelum kita melihat lebih banyak protes serupa di Thailand, tambah koresponden kami.

Apakah demonstrasi akan memiliki dampak yang memadai untuk memaksa perubahan konstitusi, kita lihat bersama.

Baca juga: Hindari Lonjakan Kasus Covid-19, Thailand Akan Pakai Keju Swiss

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Jumlah Korban Tewas di Gaza Dekati 35.000 Orang, Afrika Selatan Desak IJC Perintahkan Israel Angkat Kaki dari Rafah

Jumlah Korban Tewas di Gaza Dekati 35.000 Orang, Afrika Selatan Desak IJC Perintahkan Israel Angkat Kaki dari Rafah

Global
Rangkuman Hari Ke-807 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Angkat Lagi Mikhail Mishustin | AS Pasok Ukraina Rp 6,4 Triliun

Rangkuman Hari Ke-807 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Angkat Lagi Mikhail Mishustin | AS Pasok Ukraina Rp 6,4 Triliun

Global
ICC Didesak Keluarkan Surat Perintah Penangkapan Netanyahu

ICC Didesak Keluarkan Surat Perintah Penangkapan Netanyahu

Global
143 Negara Dukung Palestina Jadi Anggota PBB, AS dan Israel Menolak

143 Negara Dukung Palestina Jadi Anggota PBB, AS dan Israel Menolak

Global
AS Akui Penggunaan Senjata oleh Israel di Gaza Telah Langgar Hukum Internasional

AS Akui Penggunaan Senjata oleh Israel di Gaza Telah Langgar Hukum Internasional

Global
[POPULER GLOBAL] Netanyahu Tanggapi Ancaman Biden | Pembicaraan Gencatan Senjata Gaza Gagal

[POPULER GLOBAL] Netanyahu Tanggapi Ancaman Biden | Pembicaraan Gencatan Senjata Gaza Gagal

Global
Saat Dokter Jantung Ladeni Warganet yang Sebut Non-Perokok sebagai Pecundang...

Saat Dokter Jantung Ladeni Warganet yang Sebut Non-Perokok sebagai Pecundang...

Global
Agungkan Budaya Gila Kerja, Petinggi Mesin Pencari Terbesar China Malah Blunder

Agungkan Budaya Gila Kerja, Petinggi Mesin Pencari Terbesar China Malah Blunder

Global
Karyawan Ini Nekat Terbang Sebentar ke Italia demi Makan Pizza, Padahal Besok Kerja

Karyawan Ini Nekat Terbang Sebentar ke Italia demi Makan Pizza, Padahal Besok Kerja

Global
Warga Israel Bakar Kompleks Gedung UNRWA di Yerusalem Timur

Warga Israel Bakar Kompleks Gedung UNRWA di Yerusalem Timur

Global
100.000 Orang Terpaksa Tinggalkan Rafah Gaza di Bawah Ancaman Serangan Darat Israel

100.000 Orang Terpaksa Tinggalkan Rafah Gaza di Bawah Ancaman Serangan Darat Israel

Global
Jeda Pengiriman Senjata AS Tak Berdampak, Israel Terus Gempur Rafah

Jeda Pengiriman Senjata AS Tak Berdampak, Israel Terus Gempur Rafah

Global
Kontestan Israel Lolos ke Final Kontes Lagu Eurovision, Tuai Kecaman

Kontestan Israel Lolos ke Final Kontes Lagu Eurovision, Tuai Kecaman

Global
Selama 2024, Heatstroke di Thailand Sebabkan 61 Kematian

Selama 2024, Heatstroke di Thailand Sebabkan 61 Kematian

Global
Mesir Ungkap Kunci Hamas dan Israel jika Ingin Capai Kesepakatan Gencatan Senjata Gaza

Mesir Ungkap Kunci Hamas dan Israel jika Ingin Capai Kesepakatan Gencatan Senjata Gaza

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com