BEIJING, KOMPAS.com - Dalam usaha meningkatkan produksi ternak babi serta menghindari wabah seperti flu babi Afrika, China mulai menernakkan babi di apartemen bertingkat.
Daging babi adalah salah satu menu pokok di China, namun dalam 2 tahun terakhir wabah flu babi Afrika sudah menghancurkan hampir separuh ternak babi di sana, sehingga harga daging di pasaran meningkat.
Sebuah perusahaan swasta bernama Guangxi Yangxiang sedang membangun kawasan apartemen tinggi di daerah pegunungan Yaji, yang akan bisa memproduksi sekitar 840 ribu babi setiap tahun ketika mulai berproduksi.
Peternakan ini akan benar-benar terpisah dari pemukiman warga guna menghindari adanya pencemaran, menurut laporan yang dilansir dari ABC Indonesia pada Jumat (16/10/2020).
Di dalam peternakan itu akan ada tempat untuk menangani babi yang mati dan juga pekerja akan tinggal di dalam kompleks, sehingga mereka tidak akan bisa menulari ternak babi dengan wabah yang dibawa dari luar.
Baca juga: Sempat Mewabah di Indonesia, Flu Babi Afrika Kini Masuk Jerman
Di Australia, Robert Herrmann direktur pelaksana Mecardo, sebuah perusahaan analisa pasar, mengatakan peternakan seperti ini belum pernah ada sebelumnya di tempat lain.
"Kami sudah melihat adanya kandang babi yang dibuat bertingkat mirip dengan blok apartemen," kata Herrmann.
"Semuanya ada di dalamnya, sehingga keamanan biosekuritas akan lebih tinggi dibandingkan di tempat lain dan juga dengan model seperti ini produksi babi akan bisa ditingkatkan dalam waktu cepat," ujarnya.
Kemudian, ia melanjutkan bahwa, "Ini juga berarti ternak babi akan lebih aman dibandingkan di masa sebelum adanya wabah flu babi Afrika."
Baca juga: Virus Flu Babi G4 Berpotensi Jadi Pandemi, Ini Kata China
Matinya ternak babi di China menurunkan produksi babi dunia menjadi berkurang 50 persen, yang kemudian membuat permintaan terhadap produk daging alternatif, seperti sapi dan domba meningkat.
Herrmann mengatakan hal itu sudah merupakan berita bagus bagi harga komoditi asal Australia, karena China harus memenuhi kebutuhan permintaan daging di dalam negeri.
"Ekspor daging merah kami ke China sebelum flu babi Afrika sudah tinggi, dan pertumbuhan itu naik berlipat ketika kemudian terjadi wabah flu Afrika," katanya.
"Permintaan akan bij-bijian saat ini juga disebabkan karena kebutuhan China untuk meningkatkan cadangan (makanan)," imbuhnya.
Baca juga: Sekolah Berhenti karena Covid-19, Ruang Kelas Berubah Jadi Peternakan Ayam
Namun, menurut Herrmann sudah ada tanda-tanda China mulai bergerak ke arah peternakan yang lebih canggih, dan karenanya akan ada peningkatan produksi di sana yang pada gilirannya akan membuat harga akan turun.
"Kita sudah melihat adantya bukti ternak bibit babi yang dikapalkan dari Jerman ke China, itu sudah terjadi, dan sekarang tampaknya jumlahnya semakin besar," katanya.