Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pilpres AS 2020: Siapa Capres Idaman China, Iran, dan Rusia?

Kompas.com - 01/10/2020, 21:58 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

Namun Demokrat menganggap, setidaknya menyangkut pemilihan, Rusia-lah yang paling agresif.

Baca juga: Momen Menarik Trump dan Biden Bersilat Lidah dalam Debat Pertama Pilpres AS 2020

Iran

Apa yang dikatakan oleh intelijen? Dalam pernyataannya, Evanina mengatakan Teheran menentang periode kedua Presiden Trump, yang diyakini akan membuat "tekanan terus menerus AS terhadap Iran dalam upaya menggerakkan perubahan rezim".

Dikatakan, upaya Iran akan dipusatkan pada "pengaruh online, misalnya menyebarkan informasi keliru di media sosial dan menyirkulasikan konten anti-AS".

Tuduhan intelijen disokong Microsoft. Perusahaan teknologi informasi raksasa itu mengatakan para peretas yang punya hubungan dengan Rusia, China, dan Iran berupaya memata-matai sosok-sosok kunci dalam pemilu AS.

Soal Iran, perusahaan tersebut mengatakan sebuah kelompok Iran yang dikenal dengan sebutan Phosphorus gagal menembus akun-akun milik para pejabat Gedung Putih dan tim kampanye Trump antara Mei dan Juni tahun ini.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran menyebut laporan Microsoft "absurd". "Iran tidak merisaukan siapa yang akan menduduki kursi kepresidenan di Gedung Putih," kata jubir Kemenlu Iran, Saeed Khatibzadeh.

Sebuah laporan mengenai upaya Iran dalam menebar pengaruh awal tahun ini dari the Atlantic Council menyebut Iran fokus menggolkan agenda nasional, seperti meraih supremasi di kawasan Timur Tengah.

"Hampir semua konten yang disebarkan Iran secara digital berkaitan langsung dengan pandangannya terhadap dunia atau tujuan kebijakan luar negeri yang spesifik. Konsekuensinya, mudah untuk mengidentifikasi operasi-operasi Iran ketimbang aktor-aktor lain seperti Rusia yang kontennya kemungkinan besar agnostik secara politik."

Apa yang dikatakan kedua capres? Iran tidak tampil terpandang dalam pemilu AS, seperti Rusia atau China, baik dalam konteks kemungkinan menebar pengaruh atau kebijakan.

Presiden Trump punya kebijakan agresif terhadap Iran, menarik mundur dari kesepakatan nuklir, serta memerintahkan pembunuhan Jenderal Qasem Soleimani.

Joe Biden mengatakan kebijakan ini gagal. Dalam tulisan editorial untuk CNN, dia mengatakan ada "cara yang cerdas untuk tegas pada Iran". Dia berikrar untuk menekan "aktivitas-aktivitas yang mendestabilisasi" sekaligus menawarkan "jalur menuju diplomasi".

Baca juga: Debat Pilpres AS Kacau, Siapa Pemenangnya?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com