Afghanistan adalah rumah bagi kelompok minoritas dari sekolah yurisprudensi Islam lainnya, termasuk Muslim Syiah.
Negara berpenduduk 30 juta itu juga merupakan rumah bagi minoritas Hindu dan Sikh yang jumlahnya semakin berkurang, yang takut terpinggirkan, jika interpretasi agama mayoritas ditetapkan sebagai satu-satunya prinsip panduan untuk menyelesaikan perselisihan.
Draf saat ini menyerukan untuk mengizinkan mazhab pemikiran Islam lainnya untuk diterapkan ke pengikut masing-masing.
Namun, masalah yang terkait dengan minoritas non-Muslim akan diselesaikan sesuai dengan hukum agama mereka, asalkan itu dalam “hukum syariah”, yaitu tidak bertentangan dengan prinsip dasar Islam.
Perubahan kecil seperti mengubah "Quran dan Sunnah" menjadi "syariah" membutuhkan banyak diskusi bolak-balik antara kedua sisi.
Terminologi ini juga menjadi poin penting karena anggota mempertimbangkan setiap kata dari draf keempat.
Satu sisi harus menyerah pada frase "keadilan sosial" demi "keadilan Islam". Sementara pihak lain, harus mengalah pada desakan untuk menggambarkan gejolak di Afghanistan mulanya sebagai "jihad" menjadi "konflik", istilah yang lebih dapat diterima bagi kedua belah pihak.
Baca juga: Setelah 2 Dekade Berperang, Tercapaikah Pembicaraan Damai Taliban dengan Pemerintah Afghanistan?
Ada juga perbedaan pendapat tentang apakah "perjanjian Doha" dapat dimasukkan sebagai bagian dari teks dalam syarat dan ketentuan.
Ini membuka kotak pandora karena "perjanjian Doha" yang dilakukan pada Februari hanya berlangsung antara pemerintah AS dan Taliban. Pemerintah Afghanistan bukanlah pihak di dalamnya.
Pemerintah Afghanistan yang didukung Barat ingin menyebutkan "loya jirga", dewan tetua suku tradisional Afghanistan, dan perjanjian mereka dengan AS, yang ditandatangani di Kabul setelah kesepakatan Doha.
Beberapa pejabat pemerintah Afghanistan, termasuk Wakil Presiden pertama Amrullah Saleh, telah membuat pernyataan yang berapi-api terhadap Taliban, yang juga dibalas pihak Taliban.
Namun, selama pembicaraan damai di Doha, upaya telah dilakukan untuk menjaga agar pembicaraan tetap hangat.
Beberapa kalimat tidak nyaman telah dipertukarkan, di mana delegasi mengatakan "orang harus ditempatkan pada tempatnya", tetapi pada umumnya nada suara tetap tenang.
Baca juga: Bom di Kabul Targetkan Wakil Presiden Afghanistan, Warga jadi Korbannya
Sejauh ini, tidak ada pertengkaran sengit atau sindiran nama, meski pun ada beberapa momen emosional dalam beberapa pertemuan antara grup kontak.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk memecahkan kebekuan dan membuat lelucon, sehingga para politisi garang di kedua sisi tidak mengambil kendali atas rapat.