ROMA, KOMPAS.com - Yunani mengatakan akan membangun pusat penerimaan permanen bagi para migran dan pengungsi di pulau Lesbos, untuk menggantikan kamp Moria yang hancur.
Perdana Menteri Kyriakos Mitsotakis mengatakan pusat baru itu merupakan kesempatan untuk mengatur ulang kebijakan dalam menangani kedatangan migran, menurut kabar yang dilansir dari BBC pada Senin (14/9/2020).
Kamp lama di Moria yang penuh sesak telah terbakar pada pekan lalu, menyebabkan lebih dari 12.000 orang pengungsi terlantar tanpa tempat tinggal atau sanitasi yang layak.
Baca juga: Kebakaran Besar di Kamp Moria, Yunani Diindikasi Ulah Pengungsi
Penghuni kamp, bagaimanapun, mengatakan mereka hanya ingin kesempatan untuk dimukimkan kembali di negara-negara Uni Eropa lainnya.
Sejak kamp Moria hancur, para migran dan pengungsi telah memprotes rencana untuk membangun kamp lain.
Sementara, penduduk setempat di Lesbos menentang adanya pusat kamp permanen, karena kamp permanen dinilai akan terlalu membebani pulau kecil Lesbos.
"Apa yang terjadi di Moria, yang merupakan tragedi, harus dilihat sebagai sebuah peluang," kata Mitsotakis.
Baca juga: Ribuan Pengungsi Kembali ke Jalanan Setelah Kebakaran Kamp di Moria, Yunani
Pertama-tama, sebagai kesempatan untuk mengaktifkan kembali Eropa ke arah solidaritas kepada Yunani, dan untuk mengadopsi kebijakan imigrasi dan suaka bersama di tingkat Komisi Eropa.
Kesempatan kedua dari tragedi ini disebutkannya adalah, untuk membuat Lesbos memiliki kamp pengungsi permanen, dan memperbaiki pengelolaan masalah pengungsi, untuk menghindari persepsi salah urus pengungsi.
Pertanyaan tentang bagaimana menangani kedatangan massal para migran, terutama ke Italia dan Yunani, telah memecah belah Uni Eropa selama bertahun-tahun.
Kedua negara menuduh negara-negara utara yang lebih kaya gagal berbuat lebih banyak.
Anggota UE Eropa Tengah dan Timur secara terbuka menolak gagasan untuk mengambil kuota migran.
Baca juga: Penasihat Erdogan Sesumbar Turki Mampu Jatuhkan 5 sampai 6 Jet Tempur Yunani
Kamp Moria awalnya dirancang untuk menampung 3.000 migran dan pengungsi. Namun, hingga terakhir saat terjadinya kebakaran, kamp tersebut telah menampung lebih dari 12.000 orang.
Orang-orang dari 70 negara telah berlindung di sana, tetapi sebagian besar berasal dari Afghanistan.
Kebakaran terjadi di lebih dari 3 tempat di kamp pada Selasa malam, menurut kepala pemadam kebakaran setempat Konstantinos Theofilopoulos. Kebakaran lebih lanjut membuatnya hampir hancur total.
Kebakaran dimulai beberapa jam setelah laporan bahwa 35 orang dinyatakan positif Covid-19 di kamp.
Pihak berwenang menempatkan fasilitas itu di bawah karantina pada pekan lalu, setelah seorang migran Somalia dipastikan tertular virus corona.
Baca juga: Ketegangan di Laut Mediterania, Mengapa Turki Tak Mulai Perang dengan Yunani?
Sejak melarikan diri dari kobaran api yang menghancurkan kamp pada Rabu (9/9/2020), banyak keluarga telah tidur di ladang dan di jalan.
Otoritas Yunani kemudian membangun kamp sementara di dekat kamp yang terbakar, yang disebut Kara Tepe, tempat beberapa orang dapat ditampung.
Pada Jumat, Jerman mengumumkan bahwa 10 negara Eropa telah setuju untuk mengambil kuota 400 anak di bawah umur tanpa pendamping yang telah tinggal di Moria.
Namun, sejumlah kelompok amal dan LSM menulis kepada pemerintah Jerman bahwa lebih banyak yang harus dilakukan untuk semua migran, tidak hanya anak-anak di bawah umur.
"Situasi memalukan di kamp dan bencana kebakaran adalah akibat langsung dari kebijakan pengungsi di Eropa yang gagal, sekarang UE akhirnya harus membantu orang-orang yang terkena dampak," bunyi surat terbuka itu.
Baca juga: Turki Kerahkan Latihan Militer di Siprus Utara di Tengah Ketegangan dengan Yunani
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.