DEN HAAG, KOMPAS.com - Amerika Serikat (AS) dan Iran akan berhadapan di pengadilan tinggi PBB pada Senin (14/9/2020), dalam putaran terakhir pembahasan sanksi terhadap Teheran yang diberlakukan lagi oleh Presiden Donald Trump.
Teheran menyeret Washington ke Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag pada 2018, setelah Trump menarik AS keluar dari kesepakatan nuklir internasional dengan Iran.
Diberitakan AFP, hari ini mereka akan membahas apakah pengadilan benar-benar memiliki yurisdiksi di kasus tersebut.
Baca juga: PBB: Pasokan Senjata Barat dan Iran Picu Kejahatan Perang di Yaman Selama 6 Tahun
Sebagai tambahan informasi, ICJ dibentuk setelah Perang Dunia II untuk menangani perselisihan antata negara-negara anggota PBB.
Iran mengatakan, sanksi yang diterapkan lagi oleh pemerintahan Trump melanggar "Perjanjian Persahabatan" 1955 antara kedua negara, yang ditandatangani jauh sebelum revolusi Iran 1979 memutus hubungan mereka.
Teheran meraih kemenangan awal pada Oktober 2018 ketika ICJ memerintahkan pelonggaran sanksi terhadap barang-barang pokok kemanusiaan, sebagai tindakan darurat di saat seluruh gugatan ditangani.
AS kemudian menanggapinya dengan secara resmi mengakhiri perjanjian, dan menuduh Iran memanfaatkan ICJ untuk "propaganda".
Baca juga: Tegaskan Bukan Bagian dari China, Taiwan Minta Dukungan Indonesia agar Bisa Ikut PBB
AS akan berbicara dukuan di pengadilan siang ini pukul 13.00 waktu setempat, tentang apakah hakim memiliki yurisdiksi dalam kasis tersebut, sedangkan Iran akan berbicara pada Rabu (16/9/2020).
Keputusan yang diambil dari masalah ini bisa memakan waktu beberapa bulan, sementara keputusan finalnya akan butuh waktu bertahun-tahun.
Hubungan antara Washington dan Teheran menegang sejak revolusi Iran, dan terus memanas usai Trump secara sepihak menarik diri dari kesepakatan nuklir pada Mei 2018.
Kesepakatan itu melibatkan 5 anggota tetap Dewan Keamanan PBB yakni Inggris, China, Perancis, Rusia, dan Amerika Serikat plus Jerman. Mereka sepakat membatasi program nuklir Iran.
Washington kemudian memberlakukan lagi sanksi terhadap Iran dan perusahaan-perusahaan yang terkait dengannya, terutama di sektor minyak Iran yang vital dan bank sentral.
Sementara itu perusahaan-perusahaan global besar menghentikan aktivitas mereka di Iran.
Baca juga: PBB: Bahan Dasar Produksi Nuklir Iran Capai 10 Kali Batas Kesepakatan Dunia
Teheran membawa kasus ini ke ICJ, dan sebagai tanggapan atas permintaan Iran atas apa yang disebut "tindakan sementara" ketika kasus itu diselesaikan.
Para hakim dua tahun lalu menemukan beberapa sanksi melanggar perjanjian 1955.
Pengadilan kemudian memerintahkan Washington untuk mencabut sanksi pada obat-obatan, peralatan medis, makanan, barang pertanian, dan suku cadang pesawat.
ICJ juga menangani kasus terpisah atas tawaran Teheran untuk mencairkan aset senilai 2 miliar dollar AS (Rp 29,85 triliun) yang dibekukan di AS.
Pada Februari 2019 pengadilan mengatakan kasus itu dapat dilanjutkan, dan menolak argumen AS bahwa "tangan najis" Iran, yang diduga mendukung kelompok teroris, harus mencabut gugatannya.
Baca juga: PBB Layangkan Surat Kritik untuk China Patuhi Hukum HAM Internasional
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.