Suatu pagi, Jihyun Park terbangun dengan rasa sakit hebat di kakinya. Dia meminta tolong kepada penjaga untuk menolongnya.
Namun, bukannya ditolong, Park malah dipukuli habis-habisan karena dianggap telah berdusta.
Pada hari berikutnya, kaki Park bengkak dan bernanah. Dia akhirnya dibawa untuk diperiksa.
"Mereka akhirnya membebaskan saya karena mereka pikir saya tak akan selamat," ujar Park. "Infeksinya sangat buruk."
Dia dibebaskan ke kehidupan normal Korea Utara dengan kondisi seperti itu, tanpa uang, tidak ada rumah yang dituju dan kondisi kesehatan yang sangat mengerikan.
Baca juga: Dari Pemerkosaan sampai Sterilisasi, Ini Pengakuan Muslim Uighur yang Berhasil Bebas
Keinginan Park bersatu dengan putranya sangat kuat. Jihyun Park sekali lagi memutuskan untuk menyelinap dan melarikan diri ke China.
Kali ini dia tahu dia akan diperdagangkan di negara tujuannya namun dia tetap memilih pergi.
"Saya menerima - saya tidak punya pilihan karena saya tidak punya uang, dan kesehatan saya sangat buruk," kata Jihyun.
Menurut Park, orang yang menjadi perantaranya ke China iba melihat kondisinya dan membantu dia bertemu dengan anaknya di negeri "Panda" itu.
Melalui orang yang menjadi perantaranya, Park berhasil bertemu dengan putranya yang selama ini diberitahu bahwa ibunya telah meninggalkannya.
"Nak, ini ibu," ujar Park kepada putranya melalui telepon yang hanya menjawab, "Ibu?" Lalu, dia dan putranya sama-sama menangis.
Singkat kata, setelah berhasil bersatu kembali dengan putranya, mereka tahu bahwa mereka tidak bisa tinggal di China.
"Tapi, jika saya dikirim kembali ke Korea Utara untuk kedua kalinya, saya tahu saya tidak akan bisa bertahan hidup."
Baca juga: Muslim Uighur Diduga di Kamp Re-Edukasi Terancam Terjangkit Covid-19
Jihyun Park dan putranya memutuskan untuk bergabung dengan Partai Sembilan para pembelot Korea Utara yang berusaha menyeberang ke Mongolia dari China.
Mereka harus memanjat 3 pagar untuk melintasi perbatasan, semuanya tanpa terdeteksi otoritas China yang terus menerus berpatroli di perbatasan.
Di bawah naungan kegelapan malam, semua kelompok berhasil melewati pagar kecuali Jihyun Park dan putranya.
"Anak saya takut," ujar Park. "Kami duduk, kami tidak bisa berjalan. Saya hanya memegang tangan anak saya dan saya melihat lampu mobil. Saya pikir itu adalah mobil polisi China. Saya benar-benar takut."
Lebih buruk lagi, dia melihat seorang pria berlari ke arah mereka. Saat itu, Park yakin dirinya akan kembali ditangkap.
Namun, keajaiban terjadi. Pria itu meraih tangan Jihyun, menggendong putranya dan membantu mereka melintasi perbatasan dengan memotong pagar kawat.
Pria itu rupanya salah seorang pembelot lain yang menyaksikan kesulitan Jihyun Park dan anaknya dan memutuskan untuk membantu mereka.
Setelah sukses melarikan diri, Jihyun Park, putranya dan pria yang menolongnya membangun hidup bersama di Mongolia.
"Dia pria yang sangat baik, saya jatuh cinta dengannya," ujar Park, "Itu pertama kalinya saya jatuh cinta."
Setelah bertahun-tahun hidup di Mongolia dan China, mereka tiba di Inggris pada 2008. Di Inggris, Jihyun Park dan suaminya serta 3 anaknya hidup bahagia di kota Manchester.
Park bekerja sebagai aktivis HAM dan bekerja juga bersama Connect, sebuah organisasi yang mendukung pengungsi Korea Utara untuk tinggal di Inggris.
Baca juga: Gagal Kabur dari Korut, Para Pembelot Wanita Diperkosa dan Diaborsi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.