Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Oknum Militer Myanmar Bunuh Wanita tak Bersenjata, Warga Karen Tuntut Militer Pergi

Kompas.com - 29/07/2020, 17:33 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

NAYPYIDAW, KOMPAS.com – Ribuan pengunjuk rasa berdemonstrasi di Myanmar Tenggara menuntut penarikan militer dari wilayah tersebut, Selasa (28/7/2020).

Mereka juga menuntut diakhirinya pelanggaran hak asasi setelah oknum militer diduga membunuh seorang wanita tak bersenjata dari kelompok etnik Karen sebagaimana dilansir dari The Straits Time, Rabu (29/7/2020).

Pihak militer Myanmar mengonfirmasi bahwa ada oknum tentara yang telah ditangkap karena membunuh Naw Mu Naw (40) saat mereka merampok perhiasan di toko emas di Kota Dwe Lo, Negara Bagian Karen, pada 16 Juli.

Juru Bicara Militer Myanmar Zaw Min Tun mengatakan kepada AFP bahwa pengadilan militer terhadap oknum tersebut telah berlangsung.

Baca juga: Impian Para Penambang Batu Giok Myanmar yang Lenyap karena Longsor

Namun pembunuhan itu kadung memicu kemarahan di Negara Bagian Karen.

Zaw Min Tun menambahkan bahwa militer tidak akan mundur dari daerah itu, tetapi mengatakan akan memperketat aturan tanpa memberikan rincian lebih lanjut.

Wakil Direktur Human Rights Watch Asia Phil Robertson menyerukan agar oknum militer tersebut diserahkan ke pengadilan sipil.

Hal itu dia serukan karena dia mengecam kurangnya transparansi dalam pengadilan militer.

Pembunuhan Naw Mu Naw memicu gelombang protes selama dua pekan terakhir. Gelombang protes pada Selasa adalah yang terbesar.

Baca juga: Longsor Tambang Batu Giok Myanmar, Ratusan Korban Tewas Pekerja Ilegal

Diperkirakan terdapat 5.000 demonstran yang berjalan menuju ibu kota Negara Bagian Karena, Hpa-an.

Mereka mengenakan pakaian tradisional dan mengibarkan bendera Karen.

Seorang demonstran, Khwe Ni (57) mengatakan mereka menuntut militer untuk mundur dari wilayahnya karena mereka khawatir akan menjadi korban lain pembunuhan militer Myanmar.

Sudah puluhan tahun Negara Bagian Karen menjadi palagan perang saudara berdarah antara militer Myanmar dan kelompok militan etnik Karen.

Baca juga: Tambang Batu Giok di Myanmar Longsor, 113 Orang Tewas

Pada 2012, kelompok pemberontak Karen (KNU) menandatangani gencatan senjata dengan militer Myanmar setelah berperang selama 60 tahun lamanya.

Negara Bagian Karen sendiri dikelola atas dua yurisdiksi paralel, satu dijalankan oleh Pemerintah Malaysia dan satunya dijalankan oleh Pemerintahan KNU.

Mereka menarik pajak, mengelola sekolah, dan mengelola layanan kesehatan setempat.

KNU menuduh militer Myanmar membangun jalan dan infrastruktur lainnya untuk melanggar batas wilayah mereka.

Puluhan ribu pengungsi Karen masih tinggal di beberapa kamp di sepanjang perbatasan Myanmar-Thailand.

Baca juga: Aplikasi Astrologi Myanmar Laris Selama Lockdown

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Mungkinkah Uni Eropa Memutus Hubungan dengan Presiden Putin?

Mungkinkah Uni Eropa Memutus Hubungan dengan Presiden Putin?

Internasional
Meski Perundingan Berlangsung, Israel Tetap Serang Jalur Gaza

Meski Perundingan Berlangsung, Israel Tetap Serang Jalur Gaza

Global
Dinas Keamanan Ukraina Mengaku Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky

Dinas Keamanan Ukraina Mengaku Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky

Global
Mengenal Apa Itu Chloropicrin, Senjata Kimia yang AS Tuduh Rusia Pakai di Ukraina

Mengenal Apa Itu Chloropicrin, Senjata Kimia yang AS Tuduh Rusia Pakai di Ukraina

Global
Argentina Luncurkan Uang Kertas 10.000 Peso, Setara Rp 182.000

Argentina Luncurkan Uang Kertas 10.000 Peso, Setara Rp 182.000

Global
Majikan Ditemukan Meninggal, PRT Ini Sebut karena Bunuh Diri dan Diwarisi Rp 43,5 Miliar

Majikan Ditemukan Meninggal, PRT Ini Sebut karena Bunuh Diri dan Diwarisi Rp 43,5 Miliar

Global
Membaca Arah Kepemimpinan Korea Utara dari Lagu Propaganda Terbaru

Membaca Arah Kepemimpinan Korea Utara dari Lagu Propaganda Terbaru

Internasional
Apa Saja yang Perlu Diketahui dari Serangan Israel di Rafah?

Apa Saja yang Perlu Diketahui dari Serangan Israel di Rafah?

Global
AS Disebut Hentikan Pengiriman 3.500 Bom ke Israel karena Kekhawatiran akan Serangan ke Rafah

AS Disebut Hentikan Pengiriman 3.500 Bom ke Israel karena Kekhawatiran akan Serangan ke Rafah

Global
Rangkuman Hari Ke-804 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Dilantik untuk Periode Ke-5 | Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky

Rangkuman Hari Ke-804 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Dilantik untuk Periode Ke-5 | Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky

Global
Jepang Dinilai Joe Biden Xenofobia, Benarkah?

Jepang Dinilai Joe Biden Xenofobia, Benarkah?

Internasional
AS Optimistis Usulan Hamas Direvisi Lancarkan Gencatan Senjata di Gaza

AS Optimistis Usulan Hamas Direvisi Lancarkan Gencatan Senjata di Gaza

Global
6 Bulan Jelang Pilpres AS, Siapa Bakal Cawapres Trump?

6 Bulan Jelang Pilpres AS, Siapa Bakal Cawapres Trump?

Global
Kabinet Perang Israel Putuskan Lanjutkan Operasi di Rafah Gaza meski Dikecam Internasional

Kabinet Perang Israel Putuskan Lanjutkan Operasi di Rafah Gaza meski Dikecam Internasional

Global
Saat Protes Pro-Palestina oleh Mahasiswa Menyebar di Belanda, Jerman, Perancis, Swiss, dan Austria...

Saat Protes Pro-Palestina oleh Mahasiswa Menyebar di Belanda, Jerman, Perancis, Swiss, dan Austria...

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com