Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Virus Corona dan Novel-novel Fiksi Tentang Wabah Penyakit yang Ramalkan Situasi Sekarang

Kompas.com - 17/04/2020, 16:26 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Editor

KOMPAS.com - Dalam masa ketidakpastian seperti sekarang, dan selagi kita mengurung diri di rumah untuk "meratakan kurva", buku bisa menemani sekaligus menghadirkan kelegaan dan rasa nyaman.

Di antara sekian banyak kategori buku, karya fiksi mengenai pandemi dapat menjadi pilihan. Jika diperhatikan saksama, sejumlah judul novel tampak seperti buku panduan untuk menghadapi situasi saat ini.

Sebagian di antaranya menghadirkan pemaparan kronologis yang realistis, mulai dari tanda-tanda awal, masa-masa terparah, hingga kembali ke 'normal'. Buku-buku novel tersebut menunjukkan bahwa umat manusia pernah melaluinya dan bertahan hidup.

Sebagai contoh, buku novel A Journal of the Plague Year karya Daniel Defoe yang dirilis 1722 lampau, menuturkan wabah penyakit pes di London pada 1665. Novel tersebut menampilkan rentetan peristiwa mengerikan yang membuat pembacanya dapat menyimak kekagetan pada masa awal wabah dan penyebaran virus baru.

Baca juga: Saat Lockdown, Pakar Konservasi Terkemuka Jane Goodall Berseru: Stop Perdagangan Hewan Liar

Defoe memulai ceritanya pada September 1664, ketika beredar rumor mengenai kembalinya 'wabah pes mematikan' di Belanda sampai kemudian muncul kematian pertama yang mencurigakan di London pada Desember.

Defoe menuturkan bahwa sejak kematian pertama itu, jumlah orang meninggal dunia terus meningkat sampai musim semi.

Pada Juli, sebagaimana dipaparkan dalam buku itu, Kota London memberlakukan serangkaian aturan baru, seperti pelarangan perayaan publik serta penutupan restoran dan tempat minum—serupa dengan di dunia nyata saat ini ketika wabah virus corona melanda.

Defoe menulis bahwa tidak ada "yang lebih fatal terhadap penduduk kota ini dari kelalaian warganya sendiri yang tidak memedulikan aturan" padahal mereka bisa berdiam di rumah. Defoe menambahkan, "saya melihat penduduk lainnya menaati aturan dan banyak yang hidup oleh karenanya".

Pada Agustus, Defoe menulis, wabah tersebut "sangat keji dan buruk". Dan pada awal September, kondisinya memburuk sehingga "seluruh keluarga, dan [rumah-rumah] di jalan-jalan yang penuh keluarga…tersapu semua".

Ketika Desember tiba, lanjut Defoe, "penyebaran melambat, dan cuaca musim dingin muncul dengan udara bersih serta dingin yang menusuk…sebagian besar mereka yang jatuh sakit telah pulih dan kesehatan kota mulai sembuh."

Baca juga: Saat Sirami Sayuran, Seorang Petani Terinjak Gajah dan Tewas

Saat jalan-jalan dipenuhi orang lagi, "khalayak muncul di jalan-jalan sembari berterima kasih kepada Tuhan atas pembebasanNya."

Ilustrasi ketika wabah pes melanda Kota London pada 1664.UNIVERSAL HISTORY ARCHIVE/GETTY IMAGES Ilustrasi ketika wabah pes melanda Kota London pada 1664.

Dengan mengambil gambaran-gambaran proses wabah, yang diwarnai meningkatnya ketegangan dan emosi serta kemunculan insting untuk bertahan hidup, kurang dramatis apa karya ini?

Narasi pandemi semacam ini adalah ranahnya penulis novel berhaluan realistis seperti Defoe, dan belakangan Albert Camus.

Novel karya Camus berjudul The Plague, mengenai wabah yang menewaskan penduduk Kota Oran di Aljazair sehingga kota itu ditutup selama berbulan-bulan (seperti yang benar-benar terjadi di Oran pada abad ke-19), juga sangat relevan dengan wabah virus corona di dunia saat ini.

Para pemimpin setempat semula enggan mengakui tanda-tanda awal kemunculan wabah, yaitu tikus-tikus yang mati di jalan.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com