"Apakah sesepuh kota ini mengetahui bahwa bangkai-bangkai tikus ini menimbulkan bahaya mematikan terhadap warga?" tanya seorang kolumnis surat kabar setempat, seperti dikisahkan dalam novel The Plague.
Narator dalam buku itu, yaitu Dr Bernard Rieux, menjadi perlambang kepahlawanan para tenaga medis yang bekerja dengan diam.
Baca juga: Ancaman Wabah Covid-19, Presiden Palestina Minta Israel Lepaskan Tahanan Asal Palestina
"Saya tidak tahu apa yang akan terjadi pada diri saya, atau apa yang akan terjadi ketika semua ini berakhir. Untuk saat ini yang saya tahu adalah mereka orang-orang sakit yang perlu disembuhkan," kata Rieux.
Pada akhirnya, ada pelajaran yang diambil para penyintas wabah: "Mereka sekarang paham bahwa ada sesuatu yang selalu bisa didambakan, dan terkadang bisa diraih, yakni cinta manusia."
Flu Spanyol pada 1918 membentuk ulang dunia. Sebanyak 50 juta orang meninggal dunia, setelah Perang Dunia Pertama merenggut nyawa 10 juta orang.
Ironisnya, dampak dramatis wabah flu yang mendunia itu tertutup rangkaian peristiwa perang, yang menginspirasi banyak karya novel.
Ketika orang mempraktikkan 'menjaga jarak sosial' dan khalayak dunia mengarantina diri, penjabaran Katherine Anne Porter dalam novelnya yang berjudul Pale Horse, Pale Rider terbitan 1939 terasa begitu familiar. Novel itu mengisahkan dampak Flu Spanyol pada 1918.
"Keadaannya benar-benar parah…semua teater dan hampir semua toko serta restoran ditutup, jalan-jalan penuh dengan pemakaman pada siang hari dan ambulans pada malam hari," papar Miranda, tokoh dalam novel itu, sesaat setelah dia didiagnosa mengidap influenza.
Porter menggambarkan demam yang dialami Miranda selama berminggu-minggu serta pemulihannya, sebelum kemudian dia terbangun di dunia baru yang menderita akibat flu dan perang.
Porter sendiri hampir meninggal akibat wabah flu tersebut.
"Saya berubah dalam suatu cara yang aneh," kata Porter dalam wawancara dengan The Paris Review pada 1963.
"Perlu waktu lama bagi saya untuk keluar dan hidup di dunia lagi. Saya benar-benar 'terasing' dalam arti yang sebenarnya."
Baca juga: Studi Awal Tunjukkan Kemanjuran Obat Covid-19 Keluaran Bioteknologi AS Gilead
Epidemi pada abad ke-21—Sars pada 2002, Mers pada 2012, Ebola pada 2014—telah menginspirasi sejumlah novel mengenai nelangsa pascawabah, kota-kota yang ditinggalkan, dan lanskap yang hancur.
Novel The Year of the Flood (2009) karya Margaret Atwood menyajikan dunia pascapandemi ketika umat manusia nyaris punah akibat 'banjir tanpa air', wabah mengerikan yang "menular melalui udara seakan punya sayap, membakar kota-kota seperti api".
Atwood menangkap isolasi diri yang dialami beberapa penyintas dengan ekstrem.