Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan Kenapa Dirjen WHO Dr Tedros Dituduh China-sentris

Kompas.com - 09/04/2020, 19:55 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Penulis

Sumber Daily Mail

KOMPAS.com - Direktur Jenderal Badan Kesehatan Dunia (WHO), Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus atau akrab disebut Dr Tedros kini menghadapi kritik keras atas penanganan wabah virus corona yang dilakukannya.

Terutama sejak dia menyampaikan pujian kepada partai komunis China sebagai rezim yang 'komitmen terhadap transparansi' dan berhasil mengatasai kecepatan deteksi virus melampaui kata-kata.

Hal itu menimbulkan tuduhan, sebagian besar baru-baru ini dibuat oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump bahwa WHO condong pada China alias 'China-sentris'.

Trump telah mengancam akan menangguhkan dana AS ke WHO sampai penyelidikan dilakukan.

Baca juga: Di AS, Siapa Pun yang Mengancam Menyebarkan Covid-19 Dijerat Pasal Terorisme

Memang, ini bukan pertama kalinya Dr Tedros dituduh bersantai di China. Tak lama setelah kemenangan pemilihannya sebagai kepala WHO pada 2017, terdapat tuduhan bahwa para diplomat China telah banyak terlibat melobi untuknya.

Catatan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) juga menunjukkan bahwa kontribusi China untuk anggaran bantuan Ethiopia dan WHO telah meningkat secara substansial pada saat Tedros berada di posisi kepemimpinan puncak.

The Times melaporkan, "Para diplomat China telah berkampanye keras untuk orang Ethiopia itu (Tedros), menggunakan pengaruh keuangan Beijing dan anggaran bantuan yang tak jelas untuk membangun dukungan kepada Tedros di kalangan negara-negara berkembang."

Baca juga: Mahasiswa Indonesia di Australia Belum Mau Pulang, Bertahan Hidup dengan Sisa Tabungan

Riwayat dukungan China untuk Tedros

Pada November 2012 Dr Tedros dipromosikan menjadi Menteri Luar Negeri. Secara luas dia dipuji karena membantu menegosiasikan dorongan dalam pendanaan PBB untuk Ethiopia. Termasuk sebagai bagian dari Agenda Aksi Addis Ababa.

Memang, catatan pendanaan PBB menunjukkan bahwa pada 2012, jutaan pendanaan tambahan berdatangan termasuk dari China yang sebelumnya memberikan sedikit dan bahkan tidak sama sekali untuk mendukung negara-negara.

Pada 2015 dan 2016 China memberikan sekitar 16 juta dollar AS (Rp 253 milliar) kepada Ethiopia dalam komitmen pengeluaran dan kontribusi tunai. Sebagian besar untuk mendukung program makanan atau pengungsi.

Pada 2011, tepat sebelum Dr Tedros mengambil peran, dan pada 2017, tepat setelah dia pergi, China menyerahkan dana lagi sebesar 44 juta dollar AS (Rp 697 milliar) sebagai komitmen dan kontribusi.

Kontribusi totalnya di luar periode ini, sejak2000, hanya 345.000 dollar AS atau setara dengan Rp 5,4 milliar.

Baca juga: Tidak Masuk Program Subsidi Covid-19 Pemerintah, Advokat PSK Jepang Kirim Surat Kritik

Pada 2017, Dr Tedros meninggalkan pemerintahan Ethiopia dan memasuki pencalonan sebagai Direktur Jenderal WHO ketika masa jabatan Dr. Margaret Chan, seorang dokter keturunan Kanada-China akan segera berakhir.

Dr Tedros memenangkan pemungutan suara dengan jumlah 133 suara. Dia menjadi pemimpin Afrika pertama di WHO dan non-medis pertama yang memegang peran.

Kemenangannya datang berkat 50 dari 54 negara Afrika yang memilihnya.

Namun, dia dengan cepat membuat dirinya kontroversi dengan merekomendasikan diktator Afrika, Robert Mugabe sebagai Goodwill Ambassador WHO.

Rekomendasi itu dilakukannya di tengah tuduhan bahwa dia berusaha membayar bantuan yang diberikan selama pemilihan.

Baca juga: Dirawat di ICU karena Virus Corona, PM Inggris Boris Johnson Sudah Bisa Duduk

Ada laporan bahwa langkah itu juga dimaksudkan untuk memberi penghargaan kepada China, seorang pendukung lama Mugabe, karena menggunakan pengaruhnya untuk membuatnya terpilih.

The Times menambahkan, "China memuji model pembangunan otoriter rezim Ethiopia, yang berkuasa di bawah kekuasaan darurat dan telah meletakkan protes pro-demokrasi."

Selama pemilihan umum 2017 itu sendiri, beberapa kelompok di Ethiopia menentang penunjukan Dr Tedros karena hubungannya dengan TPLF dan tuduhan bahwa mereka membungkam wartawan dan menekan minoritas.

Dr Tedros juga dituduh menutupi tiga wabah kolera terpisah pada 2006, 2008 dan 2011 dengan salah melaporkannya sebagai 'diare berair'.

Hal itu merupakan tuduhan yang dia anggap sebagai 'kampanye kotor' oleh saingannya dari Inggris.

Baca juga: WNI Terpapar Covid-19 di Singapura Melonjak Menjadi 45 Pasien

Setelah pemilihannya ke WHO, Dr Tedros berjanji untuk mereformasi organisasi dengan memberikan penekanan pada perawatan kesehatan universal di pusatnya sementara juga meningkatkan pendanaan.

Catatan pendanaan PBB lebih lanjut menunjukkan bahwa, selama masa jabatannya, kontribusi yang dinilai untuk WHO oleh China juga telah meningkat secara signifikan.

Dari sekitar 23 juta dollar AS (Rp 366 milliar) pada 2016 menjadi 38 juta dollar AS (Rp 605 milliar) pada 2019.

China juga telah berkomitmen untuk pendanaan lebih lanjut sebanyak 57 juta dollar AS (Rp 907 milliar) pada 2020, meskipun belum memenuhinya.

Sementara itu, pendanaan dari negara-negara besar dunia lainnya termasuk AS, Rusia, Jepang, dan Jerman, sebagian besar tetap datar atau bahkan jatuh pada periode yang sama.

Kontribusi yang dinilai hanya sekitar seperempat dari anggaran WHO, sisanya berasal dari sumbangan.

Baca juga: Trump Tandatangani Perintah Eksekutif untuk Menambang Bulan

Wabah Covid-19, Tedros dianggap lebih fokus kepada China

Kritik terbaru terhadap WHO dan khususnya Dr Tedros, berasal dari penanganannya terhadap pandemi virus corona. Khususnya kedekatan yang dirasakan pihak luar WHO antara WHO dengan pihak berwenang di Beijing, China.

Dr Tedros sendiri mengunjungi Beijing pada Januari 2020 dan berbicara dengan Presiden Xi Jinping tentang tanggapan negara itu.

Dia kembali dari China dan memberikan pidato yang memuji transparansi rezim komunis itu. Juga kecepatan tanggapan China atas wabah virus corona dan memuji semua itu dengan menyelamatkan banyak nyawa baik di dalam mau pun luar negeri.

Hal itu terlepas dari kenyataan bahwa petugas medis dari Taiwan yang tidak terwakili di WHO sejak China mengklaimnya sebagai bagian dari negaranya, mengklaim telah meningkatkan kekhawatiran tentang tanggapan sejauh Desember 2019.

Para petugas medis Taiwan mengatakan kepada Financial Times bahwa mereka memiliki bukti anekdot tentang penularan virus dari manusia ke manusia.

Baca juga: Wabah Virus Corona, Robot Cloud Ginger Jadi Pahlawan Bagi Petugas Medis

Sesuatu yang disangkal China pada saat itu dan menjadi faktor kunci dalam mengubah penyakit corona menjadi pandemi global.

Mereka mengklaim laporan itu telah disampaikan ke WHO pada 31 Desember 2019, tetapi pihak WHO tidak menginformasikannya secara global.

China sendiri tidak melaporkan penularan dari manusia ke manusia sampai hampir sebulan kemudian.

Pada 20 Januari 2020 ketika penyakit itu mulai menyebar ke seluruh negeri dan di seluruh dunia.

Sebuah petisi kini menyerukan pengunduran diri Dr Tedros yang dimulai di Taiwan dan kini telah menembus 750.000 tanda tangan.

Baca juga: Taiwan Tuntut Kepala WHO Minta Maaf, Ada Apa?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

ICJ Perintahkan Israel Buka Penyeberangan Rafah di antara Mesir dan Gaza

ICJ Perintahkan Israel Buka Penyeberangan Rafah di antara Mesir dan Gaza

Global
Pria Ini Pesan Burger McDonald's dengan Menghapus Semua Unsur, Ini yang Didapat

Pria Ini Pesan Burger McDonald's dengan Menghapus Semua Unsur, Ini yang Didapat

Global
Surat Perintah Penangkapan Netanyahu Disebut Tak Berlaku di Hongaria

Surat Perintah Penangkapan Netanyahu Disebut Tak Berlaku di Hongaria

Global
Singapore Airlines Ubah Aturan Sabuk Pengaman dan Rute Setelah Turbulensi Fatal

Singapore Airlines Ubah Aturan Sabuk Pengaman dan Rute Setelah Turbulensi Fatal

Global
Singapore Airlines Minta Maaf Setelah Penumpang Terluka Keluhkan Diamnya Maskapai

Singapore Airlines Minta Maaf Setelah Penumpang Terluka Keluhkan Diamnya Maskapai

Global
Kepala CIA Bakal ke Paris, Bahas Lagi Gencatan Senjata di Gaza

Kepala CIA Bakal ke Paris, Bahas Lagi Gencatan Senjata di Gaza

Global
Beberapa Sumber: Putin Inginkan Gencatan Senjata di Ukraina Garis Depan

Beberapa Sumber: Putin Inginkan Gencatan Senjata di Ukraina Garis Depan

Global
Mampukah Taiwan Pertahankan Diri jika China Menyerang?

Mampukah Taiwan Pertahankan Diri jika China Menyerang?

Internasional
Kematian Presiden Raisi Membuat Warga Iran Terbagi Jadi Dua Kubu

Kematian Presiden Raisi Membuat Warga Iran Terbagi Jadi Dua Kubu

Internasional
China Uji Coba Rebut Taiwan dalam Lanjutan Latihan Perang

China Uji Coba Rebut Taiwan dalam Lanjutan Latihan Perang

Global
Tanah Longsor di Papua Nugini, Diyakini Lebih dari 100 Orang Tewas

Tanah Longsor di Papua Nugini, Diyakini Lebih dari 100 Orang Tewas

Global
Wanita Ini Kencan 6 Kali Seminggu agar Tak Beli Bahan Makanan, Hemat Rp 250 Juta

Wanita Ini Kencan 6 Kali Seminggu agar Tak Beli Bahan Makanan, Hemat Rp 250 Juta

Global
Penikaman di China oleh Seorang Pria, 8 Orang Tewas

Penikaman di China oleh Seorang Pria, 8 Orang Tewas

Global
Imbas Perang di Gaza, Otoritas Palestina Berisiko Alami Keruntuhan Keuangan

Imbas Perang di Gaza, Otoritas Palestina Berisiko Alami Keruntuhan Keuangan

Global
Hari Ini, Mahkamah Internasional Bakal Putuskan Upaya Gencatan Senjata di Gaza

Hari Ini, Mahkamah Internasional Bakal Putuskan Upaya Gencatan Senjata di Gaza

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com