"Kami harus pindah ke mana? Kami tidak punya pilihan," ujarnya.
Baca juga: Kata Media Asing, Jakarta Salah Satu Kota Besar yang Cepat Tenggelam
Di bawah pemerintahan kolonial Belanda, Jakarta yang dulu bernama Batavia menjadi pusat Hindia Belanda. Kota pelabuhan yang berawa-rawa itu dikembangkan seperti Amsterdam, ibu kota Belanda yang juga berada di bawah permukaan laut.
Setelah kemerdekaan, dua presiden Indonesia, Sukarno dan Suharto disebut sempat berwacana menetapkan ibu kota negara baru di luar Jakarta.
Rencana itu kini kembali digulirkan Presiden Joko Widodo.
"Kita tidak bisa mengatasi persoalan yang tercipta akibat kesalahan tata kelola kota pada masa lalu. Tapi sekarang kita punya kesempatan besar untuk memulai dari awal, membangun kota dari nol," kata Sibarani Sofian.
"Kita berkesempatan membangun kota yang lebih ideal dibanding yang saat ini ada. Kami ingin membuat kota yang seimbang dengan alam karena Kalimantan adalah paru-paru dunia," tuturnya.
Dalam sayembara yang digelar Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, para arsitek kota diminta mendesain 'ibu kota pintar' yang berkelanjutan.
Desain itu juga diharuskan menjadi cermin nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika.
Apa respons Sibarani dan kawan-kawannya?
Sebuah kota di pinggir Teluk Balikpapan yang berdiri di atas bekas perkebunan sawit.
Ibu kota itu digadang-gadang bakal dikelilingi lima kota satelit di tengah hutan hujan tropis Kalimantan.
"Sebanyak 70% kawasan ibu kota akan menjadi ruang hijau. Kami ingin mengembalikan fungsi hutan produksi dan bekas lubang tambang," ucap Sibarani.
"Kami ingin melindungi kawasan hutan yang masih alami dan menjadikannya sebagai persembahan untuk dunia," tuturnya.
Desain ibu kota baru yang disusun Sibarani mengusung konsep biomimikri.
Artinya, klaim dia, pusat ibu kota bakal menyerupai bentang hutan hujan tropis Kalimantan yang terdiri dari empat ruang kehidupan.
Sibarani berkata bagian bawah tanah ibu kota baru akan dikembangkan serupa ruang jalar akar pepohonan hutan.
Sistem transportasi publik dan infrastruktur seperti kanal banjir direncanakan dibangun di dalam tanah.
Bagian permukaan hutan disebut Sibarani sebagai yang paling kaya secara ekologis.
Padanan ruang hutan yang terproteksi dari matahari dan pergerakan alami itu bakal diterapkan menjadi bentang kota yang mudah dilewati air dan angin. Dua tingkatan kota di atasnya disamakan Sibarani dengan kanopi dan mahkota hutan.
"Di hutan pohon menjadi pusat interaksi, di level ini monyet, tupai dan binatang lain bergerak. Di kota kami, kami akan buat penghubung antarbangunan, jadi warga tidak perlu turun ke jalan dan menggunakan kendaraan," tuturnya.
"Di level atas ada penutup. Pepohonan hutan bisa sedemikian tinggi karena bagian puncaknya mereka mencari sumber cahaya. Yang kami lakukan adalah membuat panel surya dan kebun vertikal di setiap bangunan," kata Sibarani.
Bagaimanapun, Rita Padawangi, pakar tata kota di Singapore University of Social Sciences, ragu pembangunan ibu kota baru tak meninggalkan dampak negatif bagi lingkungan.
"Dari sudut pandang sosial dan lingkungan, saya masih memiliki banyak pertanyaan. Suka tidak suka, jika Anda membangun kota, akan ada konversi lahan hijau. Jelas lingkungan akan terdampak," kata Rita.
Hingga berita ini diturunkan Kementerian Lingkungan Hidup masih melakukan kajian lingkungan atas proyek ibu kota baru. Menurut Rita, desain kota yang bervisi ramah lingkungan perlu dibuktikan dalam proses pembangunan.
"Memang terlihat bagus di atas kertas, tapi kita semua tahu Indonesia tidak punya rekam jejak baik dalam mengimplementasikan rencana berwawasan lingkungan yang berkelanjutan," ujarnya.
Kepada pers di Jakarta, Januari lalu, Darmawan Prasodjo, Wakil Presiden Direktur PT PLN (Persero), menyebut perusahannya masih menyusun rancangan suplai listrik untuk ibu kota.
"Kalau bisa 100% energi terbarukan, ini akan menggunakan sistem terbaik, sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo," ujarnya seperti dikutip Kata Data.
Untuk memenuhi kebutuhan ibu kota baru, PLN mesti merombak Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik periode 2019-2028.
Proyek ibu kota baru akan menggenjot kebutuhan listrik Kalimantan Timur dari 691 ke 1.555 megawatt (MW).
Tanpa penyesuaian rencana, PLN hanya akan membangun tiga pembangkit listrik dengan energi terbarukan, yaitu PLTA Kelai (55 MW), PLTA Tabang (90 MW), and PLTA Kayan (90 MW). Ketiganya akan dibangun tahun 2025.
Dengan kata lain, untuk merealisasikan seluruh suplai listrik ibu kota baru yang ramah lingkungan, PLN masih perlu membangun pembangkit listrik berenergi terbarukan dengan total kapasitas sebesar 729 MW.