TEL AVIV, KOMPAS.com - Saat korban tewas di Gaza naik menjadi 10.812 orang, PM Israel Benjamin Netanyahu mengatakan negaranya tengah berusaha untuk memberikan masa depan yang lebih baik bagi daerah tersebut.
Kepada Fox News, Netanyahu pada Kamis (9/11/2023) menegaskan bahwa Israel tidak berencana untuk memerintah maupun menduduki kembali wilayah Palestina itu.
"Kami tidak ingin memerintah Gaza. Kami tidak berusaha untuk mendudukinya, tetapi kami berusaha untuk memberikan masa depan yang lebih baik bagi Gaza," ujarnya.
Dia juga menyampaikan klaim bahwa Israel tidak sedang berusaha untuk menggusur siapa pun.
Dalam wawancara itu, Netanyahu kembali mengesampingkan gencatan senjata di Gaza, dengan mengatakan bahwa militer Israel telah bekerja dengan sangat baik.
"Gencatan senjata dengan Hamas berarti menyerah," katanya kepada Fox News, seraya menambahkan bahwa tidak ada "jadwal" untuk serangan militer.
"Saya pikir tentara Israel berkinerja sangat baik. Berapa lama pun waktu yang dibutuhkan, kami akan melakukannya," tambahnya, sebagaimana dikutip dari AFP.
Israel telah bersumpah untuk menghancurkan Hamas setelah kelompok tersebut menyerbu melintasi perbatasan dari Gaza pada tanggal 7 Oktober. Menurut para pejabat Israel, serangan Hamas tersebut menewaskan 1.400 orang. Pasukan Hamas juga disebut menyandera sekitar 240 orang.
Sementara, Kementerian Kesehatan di Gaza yang dikuasai Hamas pada Kamis menyebut, jumlah korban tewas serangan Israel menjadi 10.812 orang di Gaza, sebagian besar warga sipil dan banyak di antaranya adalah anak-anak.
Mendorong rencananya untuk masa depan Gaza, Netanyahu mengatakan bahwa wilayah tersebut harus "didemiliterisasi, dideradikalisasi, dan dibangun kembali".
"Kita harus menemukan sebuah pemerintahan, sebuah pemerintahan sipil yang akan berada di sana," tambahnya, tanpa merinci siapa yang akan membentuk pemerintahan tersebut.
Dia mengatakan bahwa pasukan Israel harus tetap siap untuk masuk kembali ke Gaza untuk mencegah munculnya entitas seperti Hamas.
"Itulah yang akan mencegah munculnya kembali entitas seperti Hamas," jelas dia kepada Fox News.
Serangan 7 Oktober dan konflik yang terjadi setelahnya terjadi ketika Israel semakin dekat dengan kesepakatan damai dengan Arab Saudi.
Netanyahu telah bersikeras bahwa konflik ini tidak akan merusak momentum diplomatik dan bahwa kondisinya akan "matang" untuk melanjutkan negosiasi setelah Israel menghancurkan Hamas.
"Saya pikir kondisinya akan matang. Bahkan, setelah kemenangan, saya pikir mereka akan lebih matang lagi," jelas dia.
Sekjen PBB: kematian massal di Gaza tunjukkan Israel jelas-jelas salah
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres pada Rabu (8/11/2023) mengatakan bahwa jumlah warga sipil yang terbunuh di Jalur Gaza menunjukkan bahwa ada sesuatu yang jelas-jelas salah dalam operasi militer Israel terhadap kelompok Hamas Palestina.
Israel telah bersumpah untuk menghabisi Hamas, yang memerintah Jalur Gaza.
srael telah menyerang Gaza, daerah kantong berpenduduk 2,3 juta jiwa dari udara, memberlakukan pengepungan dan melancarkan invasi darat.
"Ada pelanggaran yang dilakukan oleh Hamas ketika mereka memiliki perisai manusia. Namun, ketika kita melihat jumlah warga sipil yang terbunuh dalam operasi militer tersebut, ada sesuatu yang jelas-jelas salah," ujar Guterres dalam konferensi Reuters NEXT, seperti dilansir dari CNA.
Para pejabat Palestina mengatakan bahwa 10.569 orang telah terbunuh di Gaza, 40 persen di antaranya adalah anak-anak.
"Penting juga untuk membuat Israel memahami bahwa adalah bertentangan dengan kepentingan Israel untuk melihat setiap hari gambaran mengerikan tentang kebutuhan kemanusiaan yang dramatis dari rakyat Palestina," kata Guterres.
"Hal itu tidak membantu Israel dalam kaitannya dengan opini publik global," tambahnya.
https://www.kompas.com/global/read/2023/11/10/114500070/saat-korban-tewas-di-gaza-capai-10.812-orang-netanyahu--israel-berusaha