Terbaru, pada Senin (22/3/2021) para demonstran anti-kudeta Myanmar berunjuk rasa di Mandalay, kota terbesar kedua Myanmar, sejak pagi buta.
Unjuk rasa terbaru ini dilakukan sehari setelah delapan pedemo tewas di tangan militer Myanmar.
Sampai sekarang sudah 2.600 lebih orang yang ditangkap dan 250 korban jiwa, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP). Mereka memperingatkan, jumlah korban tewas yang sebenarnya bisa lebih tinggi.
Tadi pagi puluhan orang termasuk guru berbondong-bondong memenuhi jalanan di Mandalay. Beberapa dari mereka membawa plakat yang meminta PBB turun tangan.
Demo Myanmar sejak subuh juga berlangsung di Yangon, ibu kota perekonomian negara itu.
Di Mandalay yang merupakan pusat budaya, terjadi sejumlah aksi mencekam dalam demo Myanmar.
Pada Minggu (20/3/2021) di kota itu ada delapan kematian dan 50 orang terluka, kata seorang sumber medis kepada AFP.
Para biksu lalu mengadakan peringatan menyalakan lilin malam, sedangkan di salah satu permukiman terjadi baku tembak terus menerus sampai sekitar pukul 23.00 waktu setempat.
Seorang pria tewas dalam bentrokan siang hari dengan aparat keamanan di kota Monywa kemarin.
Pemerintah Australia dan Kanada mengonfirmasi, mereka memberikan bantuan konsuler kepada dua konsultan bisnis yang ditahan di Myanmar.
Matthew O'Kane dan Christa Avery yang memegang paspor ganda Kanada-Australia, menjadi tahanan rumah setelah hendak meninggalkan negara itu dengan penerbangan bantuan pada Jumat (19/3/2021).
AFP mewartakan, keduanya menjalankan bisnis konsultasi di Yangon.
Kementerian Luar Negeri Kanada dan Australia enggan berkomentar lebih lanjut tentang kasus tersebut.
Kecaman internasional oleh Washington, Brussels, dan PBB sejauh ini gagal menghentikan pertumpahan darah.
Dalam upaya baru untuk meningkatkan tekanan dplomatik pada para jenderal Myanmar, para menteri luar negeri di Uni Eropa akan menjatuhkan sanksi pada Senin (22/3/2021).
https://www.kompas.com/global/read/2021/03/22/155239970/tren-baru-demo-myanmar-unjuk-rasa-sejak-subuh