KOMPAS.com - Lampu penerang jalan tampak temaram, Jalan Panglima Polim V, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan cukup sepi. Tak banyak kendaraan yang lewat.
Namun, di salah satu pinggiran trotoar, justru ramai dengan antrean orang serta kendaraan. Mereka berkerumun di gerobak pedagang nasi goreng yang tengah menjajakan dagangannya.
Saya penasaran dan mencari tahu keistimewaan nasi goreng ini. Pada etalase gerobak tertulis Nasi Goreng Pelangi alias warna-warni. Ada nasi goreng hijau, merah, dan hitam.
Butuh waktu mengantre sekitar 30 menit untuk mendapatkan sepiring nasi goreng.
Sembari menunggu, pembeli dapat duduk di bangku atau lesehan yang tersedia.
Pedagang Nasi Goreng Pelangi bernama Mujianto (40) yang akrab disapa Tole cekatan membuat pesanan.
Tole pernah bekerja bersama William Wongso selama 10 tahun. Tole juga sempat membantu William Wongso untuk memasak di Istana Negara.
Sejak 2012 ia merintis usaha sendiri dengan berjualan nasi goreng. Tole tak sendiri ia ditemani keluarganya saat berjualan.
Baca juga: Resep Nasi Goreng Magelangan ala Warung Burjo
Sang istri dan anak perempuannya membantu untuk memasukkan nasi goreng ke dalam piring maupun kotak. Mereka pula yang bertugas melayani pembayaran dari pembeli.
Setelah menunggu sekitar 30 menit, pesanan saya pun jadi.
Saya memesan nasi goreng tiga warna yang disajian dengan telur dadar dan kerupuk.
Penasaran, saya mencoba nasi goreng tersebut satu per satu. Nasi goreng berwarna hitam, memiliki rasa campuran bumbu seperti bawang putih, bawang merah, dan cumi yang mendominasi.
Nasi goreng hijau memiliki cita rasa sayur. Tole menyebutkan warna hitam didapat dari tinta cumi, hijau pada nasi terbuat dari campuran sayur sawi hijau. Sementara nasi goreng merah warnanya diambil dari sari buah bit.
Secara keseluruhan, nasi goreng pelangi ini terasa lezat dan gurih. Apalagi porsinya yang cukup banyak dalam satu piring.
"Ini resepnya original dari hasil coba-coba, jadi semuanya tanpa pewarna kimia," ucap Tole, Kamis (5/11/2020).