Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Napak Tilas Kapal yang Ada di Relief Borobudur Arungi Jalur Kayu Manis Nusantara

Kompas.com - 24/09/2020, 21:09 WIB
Syifa Nuri Khairunnisa,
Silvita Agmasari

Tim Redaksi


KOMPAS.com – Frasa "nenek moyang kita seorang pelaut" rasanya begitu tepat digunakan.

Pasalnya, di Candi Borobudur yang telah ada sejak abad kesembilan terdapat relief yang menggambarkan kapal laut megah.

Relief tersebut tepatnya terletak di lantai ketiga candi, panel ke-88. Di sana, tergambar jelas sebuah kapal layar megah tradisional yang dikelilingi gambar banyak orang.

Baca juga: Sejarah Jalur Rempah di Indonesia, Pengaruh Angin Monsun

“Kenapa ada sebuah kapal di dalam rangkaian relief Candi Borobudur ini?" kata Direktur Utama PT Taman Wisata Candi Borobudur (TWC), Prambanan, dan Ratu Boko, Edy Setijono.

"Satu hal yang bisa kita pelajari bahwa di abad ke-7 dan ke-8 ada sebuah moda transportasi yang mempunyai arti penting bagi bangsa kita, yaitu kapal,” lanjut Edy.

Edy saat itu menjadi salah satu pembicara dalam webinar "International Forum on Spice Route 2020" sesi Warisan Laut Nusantara, Rabu (23/9/2020).

Adanya relief kapal di Candi Borbobudur kemudian menarik perhatian seorang mahasiswa peneliti asal Inggris, Philip Beale.

Ia sedang melakukan penelitian tentang kapal-kapal tradisional di Indonesia pada 1982.

Relief yang menunjukkan gambar kapal kayu di Candi BorobudurDok. Webinar International Forum on Spice Route Relief yang menunjukkan gambar kapal kayu di Candi Borobudur

Philip menganggap figur kapal tradisional yang ada pada relief ini begitu menarik. Ia akhirnya berusaha untuk mewujudkan replika dari kapal yang ada pada relief candi.

Pada akhirnya ia berhasil meminta bantuan seorang pembuat kapal tradisional bernama As’ad Abdullah yang tinggal di Pulau Pagerungan Kecil, Madura.

“Akhirnya dibuatlah sebuah kapal duplikat dari yang ada di relief Candi Borobudur tersebut dari berbagai jenis kayu," jelas Edy.

"Proses pembuatan dilakukan secara manual tanpa menggunakan paku, jadi semua menggunakan simpul dari ikatan kayu sedemikian rupa,” lanjutnya. 

Baca juga: Pentingnya Redefinisi Jalur Rempah

Kapal Samudra Raksa

Akhirnya kapal yang pembuatannya mencontoh gambar relief tersebut jadi. Kapal tersebut diberi nama Samudra Raksa.

Kapal ini merupakan kapal tradisional yang bergerak dengan memanfaatkan angin, benar-benar tidak ada penggunaan mesin modern di dalamnya.

Selanjutnya, kapal ini diberangkatkan untuk misi menyusuri jalur kayu manis dari Jakarta hingga ke Ghana pada 2003-2004 yang memakan waktu kurang lebih 7 bulan.

“Kapal dengan panjang 18,29 meter, lebar 4,2 meter, kemudian drafnya 1 meter. Tinggi kapal dari permukaan laut 2,29 meter, beratnya kurang lebih sekitar 60 ton,” papar General Manager Candi Borobudur, PT TWC Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko, Letkol Laut (P) I Gusti Putu Ngurah Sedana,

I Gusti Putu Ngurah Sedana ini merupakan nahkoda kapal Samudra Raksa kala menjalani misi menyusuri jalur kayu manis.

Baca juga: Jamu Punya Peluang Diekspor Sampai ke Afrika

Ekspedisi jalur kayu manis

Ekspedisi tersebut dibagi menjadi empat leg. Leg pertama adalah dari Jakarta menuju Sychelles. Kapal Samudra Raksa beserta kru-nya dilepas dari Ancol oleh Presiden Megawati kala itu.

Dalam pelayaran tersebut, Putu membawa total kru sebanyak 27 orang. Ada yang dari latar belakang sebagai nelayan tradisional, pelaut modern, serta pelaut asing.

“Pelayaran ini sangat didukung angin dan arus. Angin dari tenggara sehingga mendorong kapal sampai di Sychelles. Itu leg pertama kita tempuh sekitar 29 hari,” ujar Putu.

Jalur perdagangan kayu manis yang dilalui kapal SamudraraksaDok. Webinar International Forum on Spice Route Jalur perdagangan kayu manis yang dilalui kapal Samudraraksa

Selanjutnya leg kedua melalui rute Sychelles ke Madagaskar.

Walaupun rute terkesan pendek, tapi realitanya kapal harus melalui jalur yang agak zig-zag sehingga membutuhkan waktu yang relatif cukup lama.

Kemudian dari Madagaskar para kru melanjutkan perjalanan ke Cape Town, Afrika Selatan.

Namun ternyata di sepanjang perjalanan mereka perlu mampir di banyak tempat karena jalur yang terkenal berbahaya.

“Banyak tantangan di sini. Leg ketiga ini terkenal dengan kuburan kapal. Cape Town, Tanjung Harapan, ini yang ditakutkan sama pelaut dunia termasuk kami saat membangun trek," cerita Putu. 

Baca juga: Peran Muslim China dalam Jalur Perdagangan Rempah Indonesia-Filipina

Ia mengatakan Pantai Timur Afrika itu terkenal dengan ombak abnormal  yang tingginya bisa mencapai 25 meter.

Sesampainya di Cape Town, mereka melanjutkan lagi menempuh leg keempat. Pada leg terakhir ini mereka sempat mampir di Pulau St. Helena sebelum sampai di Ghana.

Setelah misi selesai, para kru pulang menggunakan pesawat. Sementara kapal Samudra Raksa diangkut kembali dengan kontainer ke Indonesia dan hingga kini dipajang di Museum Samudra Raksa yang ada di Candi Borobudur.

Jalur kayu manis

Jalur kayu manis yang ditempuh para kru merupakan pengulangan dari rute perdagangan rempah kayu manis yang pernah dilewati pelaut Nusantara pada abad ke 7-8.

Jalur perdagangan rempah yang lebih terkenal mungkin adalah jalur utara-selatan dan timur-barat, yakni jalur menuju Eropa yang melewati India dan ada juga yang melewati China.

Namun ternyata, ada beberapa bukti yang menunjukkan pedagang Nusantara juga sempat punya hubungan dagang dengan Afrika.

Baca juga: Sejarah Terciptanya Jalur Rempah, Dipengaruhi Budaya Ramah Tamah Nusantara

Salah satunya adalah orang-orang di Madagaskar yang punya ciri fisik mirip dengan orang-orang Indonesia, berkulit sawo matang. Ada juga tradisi dan bahasa yang mirip dengan di Indonesia.

Putu sendiri mengaku disambut dengan sangat baik oleh orang-orang Madagaskar karena mereka menganggap nenek moyangnya berasal dari Indonesia.

Itu bisa dibilang jadi bukti bahwa orang-orang Nusantara telah mengarungi laut hingga ke Afrika.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com