KOMPAS.com – Muslim China memiliki jaringan yang cukup penting dalam sejarah jalur rempah Indonesia-Filipina.
Dalam webinar International Forum on Spice Route 2020 sesi Spice Route: A Southeast Asian Perspective, Selasa (22/9/2020), Ariel C. Lopez, Ph.D., dari Asian Center, University of the Philipines menjelaskan soal itu.
Baca juga: Sejarah Jalur Rempah di Indonesia, Pengaruh Angin Monsun
“Di sini terlihat hubungan berbentuk segitiga antara Campa, Manila, dan Tuban di sepanjang pesisir,” kata Ariel sambil menunjukkan gambar peta yang berasal dari tulisan berjudul “Malay Annals of Semarang: Text with Translation” karya Graaf H. J. de dan Th F. Pigeaud dalam The Indonesia Reader: History, Culture, Politics.
Terlihat di sana, adanya catatan historis mengenai orang China Islam Hanafi yang terlibat dalam jalur perdagangan regional.
“Dikatakan bahwa Laksamana Haji Sam Po Bo (Zheng He) menunjuk Haji Bong Tak Keng di Campa untuk mengontrol komunitas China Muslim Hanafi yang tersebar di sepanjang Asia Tenggara,” papar Ariel.
Kemudian Haji Bong Tak Keng menunjuk lagi sosok bernama Haji Gan Eng Cu di Manila, Filipina untuk mengontrol komunitas China Muslim Hanafi yang ada di Matan, Filipina.
Setelah itu, pada 1423 Haji Bong Tak Keng memindahkan Haji Gan Eng Cu dari Manila ke Tuban, Jawa untuk mengontrol komunitas China Muslim Hanafi yang ada di Jawa, Kukang atau kini Palembang, dan Sambas.
“Saat itu Tuban adalah pelabuhan utama Jawa dengan pusatnya di Majapahit. Haji Gang En Cu yang ditunjuk di Manila ini kemudian pindah ke Tuban.”
“Ia seharusnya punya seorang anak perempuan bernama Nyi Ageng Manila, yang kemudian menikahi seorang bernama Bong Swi Hoo yang seorang pedagang. Suaminya ini lebih dikenal sebagai salah satu sosok Wali Songo yakni Sunan Ampel,” sambung dia.
Selain Muslim China, pada awal abad ke-16 ditemukan juga catatan mengenai orang Luzon yang disebut para Lucoes. Mereka aktif berkegiatan di sepanjang semenanjung Malay-Indonesia.
Tome Pires, seorang pengamat Eropa melihat bahwa Muslim Lucoes secara rutin berdagang di wilayah Brunei dan Malaka.
“Kita juga tahu bahwa para Lucoes mengambil kayu cendana dari Timor jauh sana ketika kapal Ferdinand Magellan (petualang Portugis) mencapai daerah tersebut.
Saat itu orang-orang Luzon ini ada di sana untuk mengumpulkan kayu cendana sebagai suplai untuk perdagangan dengan orang China.”
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan