Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Terciptanya Jalur Rempah, Dipengaruhi Budaya Ramah Tamah Nusantara

Kompas.com - 24/09/2020, 10:35 WIB
Syifa Nuri Khairunnisa,
Yuharrani Aisyah

Tim Redaksi


KOMPAS.com – Budaya ramah tamah atau hospitality bisa dibilang punya peran penting dalam perkembangan jalur perdagangan rempah. Terutama dalam hal monopoli yang dilakukan bangsa Eropa kala itu.

Orang Indonesia khususnya sejak dahulu telah memiliki budaya ramah tamah yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan ada beberapa frasa yang menggambarkan hal itu.

Baca juga: Filipina Berperan Penting pada Jalur Rempah Nusantara, Terutama 4 Daerah Ini

“Seperti tamu adalah raja atau budaya gotong royong. Tak hanya menggambarkan aksi kolaborasi tapi juga berarti bersikap sopan pada orang lain, dan bekerja sama satu sama lain,” kata Marina Kaneti, Ph.D., dari National University of Singapore.

Hal tersebut ia ungkapkan dalam webinar International Forum on Spice Route 2020 sesi Spice Route: A Southeast Asian Perspective, Selasa (22/9/2020).

Selain dua frasa tersebut, ada juga konsep peumulia jamee. Konsep ini setidaknya punya dua arti. Arti sempit merujuk pada sebuah ritual dalam tarian selamat datang di mana minuman dinikmati bersama tamu.

Ilustrasi pala bubukDok. Shutterstock Ilustrasi pala bubuk

“Sementara arti yang lebih luas lebih merujuk kepada budaya menghormati tamu dan menyambut orang asing,” sambung dia.

Namun apa sangkut paut budaya ramah tamah ini dengan sejarah terciptanya jalur rempah? Ternyata keduanya berkaitan sangat erat.

Ramah tamah Sultan Ternate

Pada 1511, Sultan Ternate menolong dan menyambut kru kapal Portugis yang dikirimkan petualang Alfonso de Albuqurque ke wilayah Ternate.

Langkahnya itu berdampak besar pada terbukanya jalur perdagangan rempah ke Ternate yang akhirnya dimonopoli oleh bangsa Eropa.

Baca juga: Peran Muslim China dalam Jalur Perdagangan Rempah Indonesia-Filipina

Para ahli percaya bahwa langkah yang dilakukan oleh Sultan Ternate tersebut salah satunya dipicu oleh budaya ramah tamah yang sudah mengakar kuat di masyarakat Ternate.

Menurut Marina, budaya ramah tamah jadi salah satu konsep paling mendalam di Semenanjung Nusantara. Orang-orang tak perlu membicarakannya, tetapi mereka sudah mengerti dalam diri mereka.

“Karena pengertian soal ramah tamah itulah, orang saling menolong dengan dasar solidaritas. Siapa pun orang tersebut. Selama mereka manusia, mereka harus dibantu,” tukas Marina.
Jalur rempah dari sisi budaya ramah tamah

Ilustrasi Alfonso de Albuqerque berusaha menaklukan wilayah penghasil rempah cengkih dan pala, Maluku UtaraDok. Webinar International Forum on Spice Route 2020 Ilustrasi Alfonso de Albuqerque berusaha menaklukan wilayah penghasil rempah cengkih dan pala, Maluku Utara

Budaya ramah tamah jadi sesuatu yang penting dalam identitas dan budaya untuk banyak komunitas, salah satunya di Indonesia.

Di saat yang bersamaan, budaya ramah tamah juga jadi bagian penting untuk keberadaan jaringan perdagangan dan pertukaran yang terjadi di dunia.

Tanpa budaya ramah tamah seperti yang dilakukan Sultan Ternate tersebut, maka jalur perdagangan rempah ke Eropa mungkin tak akan pernah terbuka.

Walaupun pada akhirnya memicu monopoli perdagangan dan penderitaan bagi orang Nusantara.

“Tentu saja ada bagian gelap dari ramah tamah. Banyak orang bilang bahwa kolonialisme terjadi karena budaya menerima dan kolaborasi seperti yang ditunjukkan orang Ternate.

Berdasarkan komentar tersebut, orang merasa bahwa hal itu terjadi karena orang-orang Nusantara begitu naif dan mudah percaya. Mereka juga tidak berpendidikan seperti halnya para penjajah. Inilah alasan kenapa mereka menderita,” jelas Marina.

Namun ada juga pendapat yang mengatakan bahwa budaya ramah tamah adalah salah satu bagian paling penting untuk masyarakat yang ideal dan berpandangan terbuka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com