Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dosen Itera Belajar di Nagoya University, Ini yang Dikaji

Kompas.com - 02/11/2023, 18:30 WIB
Albertus Adit

Penulis

Sumber Itera

KOMPAS.com - Salah satu dosen Prodi Teknik Geomatika, Fakultas Teknologi Infrastruktur dan Kewilayahan, Institut Teknologi Sumatera (Itera), Satrio Muhammad Alif, S.T., M.T., mengikuti pertukaran dosen.

Satrio yang kini masih melaksanakan tugas belajar S3 di National Cheng Kung University, Taiwan, berkesempatan mengikuti pertukaran dosen ke Nagoya University, Jepang.

Selama satu tahun, Satrio ikut pertukaran pelajar di Nagoya University. Ia akan menjalani tahun ketiga selama studi S3 tersebut di program pertukaran yang bernama the Nagoya University Program for Academic Exchange (NUPACE).

Dilansir dari laman Itera, Kamis (2/11/2023), Satrio menjalani program pertukaran pelajar ini dengan status Special Research Student.

Baca juga: Ini Boneka Berbasis IoT untuk Terapi Wicara Anak Inovasi Mahasiswa Itera

Ini artinya ia tidak perlu mengambil mata kuliah ketika program berlangsung.

Selama di Nagoya University, Satrio dibimbing langsung Prof. Takeshi Sagiya, peneliti deformasi kerak bumi menggunakan pengukuran geodetik.

Untuk bidang tersebut merupakan bidang yang sama dengan bidang yang Satrio tekuni sejak S1.

Saat memulai studi S3 di Taiwan, Satrio diminta oleh pembimbingnya, Prof. Kuo-En Ching, untuk menjadikan riset S3-nya sebagai riset kolaborasi dengan Prof. Sagiya dari Jepang dan Prof. Irwan Meilano dari Institut Teknologi Bandung, guru besar bidang geodesi gempa bumi di Indonesia.

Oleh karena itu, riset yang dilakukan Satrio ini adalah riset lanjutan dari riset yang sudah dilakukan selama dua tahun di Taiwan.

Satrio menjelaskan, riset deformasi kerak bumi ini sangat berkaitan erat dengan mitigasi bencana gempa bumi.

Pemilihan Taiwan sebagai lokasi studi lanjut S3 dan Jepang sebagai lokasi pertukaran pelajar sangat sesuai untuk studi gempa bumi.

Sebab, sama seperti Indonesia, Taiwan dan Jepang adalah negara dengan jumlah kejadian gempa bumi terbanyak di dunia.

Untuk itu ia berharap dengan studi ke dua negara yang juga rentan akan bencana gempa bumi tersebut, dapat meningkatkan ilmu terkait penentuan lokasi sumber dan estimasi magnitudo bencana gempa bumi yang ada di Indonesia.

Satrio, yang mempelajari terkait estimasi potensi gempa bumi di Sumatera ini mengidentifikasi hal paling mendasar yang membedakan Indonesia dengan dua negara tersebut.

Yakni ketersediaan data, dalam hal ini data geodetik, untuk mendapatkan hasil yang akurat serta untuk menemukan lokasi potensi gempa bumi yang belum teridentifikasi.

Baca juga: Seperti Ini Drone Ambulans Gagasan Inovasi Mahasiswa Itera

Ia juga berharap seluruh kalangan baik peneliti lain, pemerintah daerah, dan pemerintah pusat dapat berkolaborasi untuk mitigasi bencana gempa bumi di Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com