Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr Hamidah Abdurrachman
Pakar Hukum Pidana

Pakar Hukum Pidana, peneliti, pengamat Kepolisian dan aktivis pelayanan hak-hak perempuan dan anak

Kekerasan Seksual di Lingkungan Pendidikan

Kompas.com - 12/09/2023, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Penelitian yang dilakukan oleh Fitri dkk. (2021) mengungkapkan bahwa sebagian besar mahasiswa masih berada pada tahap awal dalam kesadaran dan pemikiran kritis akan isu kekerasan seksual.

Salah satu bentuk kekerasan seksual, seperti penggunaan istilah seksis yang membuat tidak nyaman dan memberi komentar terhadap orang dengan istilah seksual yang merendahkan, masih cenderung mudah diabaikan atau kurang dipahami oleh mahasiswa (Alpian, 2022).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rusyidi dkk. pada tahun 2019 (dalam Alpian 2022), terdapat lima bentuk perilaku pelecehan seksual yang masih kurang dipahami oleh mahasiswa, yakni bergurau dengan menggunakan istilah-istilah seksis yang membuat tidak nyaman, memaksa seseorang menonton tayangan pornografi.

Kemudian memberi komentar terhadap seseorang dengan istilah seksual yang merendahkan, melakukan masturbasi di hadapan orang lain, dan tatapan tidak diinginkan ke wilayah kelamin pria.

Hal ini mengakibatkan rendahnya potensi mahasiswa untuk melakukan critical reflection, political efficacy, dan critical action untuk menghadapi isu kekerasan seksual.

Kasus yang lumrah terjadi adalah korban tidak menyadari atau bingung dengan kondisi yang dialaminya tergolong dalam kasus kekerasan seksual atau bukan (Munir, 2021).

Kendala penanganan kekerasan seksual di kampus:

1. Minimnya laporan atas kekerasan seksual

Fenomena ini akrab disebut dengan istilah fenomena gunung es (iceberg phenomenon), yakni kasus di permukaan belum tentu mencerminkan jumlah kasus sebenarnya karena dapat dipastikan masih banyak kasus yang tidak terlaporkan atau diadvokasi oleh pihak kampus (BEM BIMA FIKOM UNPAD, 2020).

Dengan demikian, data cenderung terbatas pada data yang dilaporkan oleh korban pada pihak-pihak tertentu yang menangani kasus kekerasan seksual (Salampessy dalam VOI, 2021).

2. Pihak kampus menutupi kasus kekerasan seksual

Penelitian yang dilakukan Fitri dkk. (2021) mengungkapkan beberapa kasus atau kejadian kekerasan seksual di kampus, tetapi kasus yang ada cenderung ditutup-tutupi oleh pihak kampus.

Alasan utamanya adalah untuk mempertahankan reputasi kampus. Hal ini memunculkan kemungkinan terbentuknya kepercayaan atau pola pikir warga kampus bahwa kekerasan seksual tidak mungkin terjadi di lingkungan kampus karena merasa bahwa lingkungan tersebut sudah dinilai aman.

Akan tetapi, lingkungan kampus yang justru menjadi tempat rawan terjadinya kekerasan seksual (Nurmila dalam Dianti, 2021).

3. Adanya impunitas terhadap pelaku di lingkungan kampus yang lebih memberikan perlindungan terhadap pelaku demi menjaga nama baik institusi.

Bahkan sanksi terhadap perbuatan tersebut diberikan secara diam-diam dan korban dipaksa untuk melakukan mediasi sehingga terjadi perdamaian.

Komnas Perempuan mendorong agar kebijakan di seluruh jenjang lembaga pendidikan dijadikan ruang aman atau bebas dari kekerasan dengan membangun mekanisme pencegahan, penanganan dan pemulihan korban kekerasan seksual. Kebijakan yang dibuat juga diminta lebih berpihak pada korban.

Lembaga pendidikan diimbau memberikan respons cepat terkait penanganan kekerasan seksual yang dialami peserta didik demi membangun kepercayaan terhadap hukum dalam pemenuhan hak atas keadilan untuk korban.

Selain itu, pelaku juga harus dihukum setimpal untuk mencegah terulang kembali kasus serupa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com