Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hasanuddin Wahid
Sekjen PKB

Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Anggota Komisi X DPR-RI.

Mendorong Pendidikan Berkualitas yang Berkarakter Indonesia

Kompas.com - 07/08/2023, 11:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Itu sebabnya ADB menyamakan pendidikan di Indonesia dengan “saluran pipa bocor”, di mana peserta didik akan mengalami kegagalan saat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Ketiga, Indonesia belum memiliki sistem pengalokasian dana yang baik. ADB mengamati sangat sedikit transparansi fiskal terkait pendidikan di tingkat kabupaten di Indonesia.

Kekhawatiran bahwa dana pendidikan yang disediakan di banyak kabupaten tidak digunakan untuk tujuan yang dimaksud.

Hal itu tercermin pada laporan yang menunjukkan bahwa 75 persen sekolah di Indonesia tidak memenuhi persyaratan standar pelayanan minimum.

Keempat, Indonesia belum mengembangkan sistem pelatihan kejuruan yang lebih baik. Hingga kini, pendidikan dan pelatihan kejuruan teknis adalah upaya yang terpisah antara pemerintah, masing-masing kabupaten dan sektor swasta.

Kelima, Indonesia belum memberikan penekanan yang cukup pada Pendidikan Orang Dewasa. Terbukti, hingga saat ini kurang dari 30 persen individu antara usia 25 dan 64 telah mencapai pendidikan menengah atas atau lebih tinggi.

Selain itu, dunia pendidikan Indonesia masih ditandai oleh ketidaksetaraan gender dengan tingkat melek huruf perempuan hanya separuh dari laki-laki.

Terkait digitalisasi, dunia pendidikan Indonesia juga masih terkungkung banyak masalah/kendala.

Menurut Economist Intelligence Unit (2020a), Indonesia menempati urutan ke-61 dari 100 negara untuk tingkat pendidikan dan kesiapan menggunakan Internet.

Posisi Indonesia jauh lebih rendah dari negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia yang masing-masing berada di peringkat 22 dan 33.

Rendahnya literasi digital di Indonesia, juga tampak dalam wujud kesenjangan digital antara wilayah perkotaan dan pedesaan.

Hingga kini, masih banyak sekolah, terutama di pedesaan, yang tidak memiliki prasarana seperti komputer, laptop, dan LCD proyektor dalam jumlah memadai.

Kendala lainnya adalah ketersediaan koneksi internet, listrik, gedung atau kelas yang sempit, perpustakaan kurang memadai, serta terbatasnya buku penunjang pembelajaran.

Permasalahan lainnya lagi adalah sebagian besar guru, terutama yang lahir di bawah tahun 2000, masih gagap teknologi. Sedangkan peserta didik yang mereka hadapi adalah manusia abad ke-21 yang sudah akrab teknologi informasi.

Selain itu, kurikulum pendidikan Indonesia, termasuk Kurikulum Merdeka Belajar, belum mengadopsi kemajuan pesat teknologi digital secara optimal.

Tantangan bangsa kita bukan saja mengupayakan pendidikan berkualitas, termasuk secara digital, melainkan juga pendidikan karakter.

Memang, pendidikan berkarater bukan hal yang baru bagi masyarakat Indonesia. Bahkan sejak awal kemerdekaan, masa orde baru, dan pada orde reformasi sekarang, kita melakukan banyak langkah dalam kerangka pendidikan karakter dengan nama dan bentuk yang berbeda-beda.

Namun, dalam kenyataannya, pendidikan berkualitas yang berkarakter masih jauh dari harapan. Ditengarai pascapembelajaran online di masa pandemi Covid-19, ada nilai-nilai yang merosot dalam karakter para peserta didik kita.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com