Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Polemik Zonasi PPDB: Mengubah Stigma Sekolah Favorit Menuju Pendidikan yang Berkualitas

Kompas.com - 24/07/2023, 20:25 WIB
Inang Sh ,
A P Sari

Tim Redaksi

“Ini bisa menjadi kesempatan memperbaiki tata kelola yang tidak terlalu bagus, seperti jika daya tampung sekolah tidak cukup, apakah perlu membangun sekolah, dan lainnya,” jelasnya.

Mengubah stigma

Iwan menambahkan, upaya pemerataan layanan pendidikan berkualitas, terutama untuk menghilangkan stigma sekolah favorit, membutuhkan waktu. 

“Ini tidak bisa simsalabim terjadi. Harus diperjuangkan bersama-sama, sehingga sekolah yang ada lama-lama makin bagus kualitasnya,” ujarnya.

Terkait hal itu, dia mencontohkan, terdapat daerah dengan beberapa sekolah yang menumpuk di area berdekatan, tetapi yang favorit hanya satu sekolah saja atau sekolah A.

“Orangtua di sekolah B kalo bisa pengin anaknya pindah ke sekolah A. Apa yang dilakukan kepala daerah di sekolah tersebut? Mengubah sumber daya manusia sekolah B,” ujarnya.

Baca juga: Marak Fenomena Numpang KK Saat PPDB Zonasi, Muhadjir: Pengawasannya Tidak Jalan

Dia menyebutkan, mengganti kepala sekolah adalah intervensi yang lebih cepat untuk melahirkan inovasi-inovasi baru sehingga sekolah lebih maju.

Terlebih, saat ini Kemendikbudristek memiliki program Pendidikan Guru Penggerak, yakni pendidikan kepemimpinan untuk calon kepala sekolah dan pengawas sekolah.

“Pemda tahu perlu membuat sekolah bagus. Lulusan dari program sekolah guru penggerak ditempatkan jadi kepala sekolah di sekolah B. Dalam waktu satu tahun, sekolah B jadi lebih diminati karena kepala sekolah membuat berbagai inovasi,” terangnya.

Fleksibilitas pemda

Iwan menjelaskan, prinsip Kemendikbudristek dalam pengelolaan pendidikan dalam sistem desentralisasi adalah harus berkoordinasi dengan pemda. Dengan demikian pemda dapat menetapkan kebijakan terbaik sesuai kondisi masing-masing.

Baca juga: Persoalan Klasik dan Praktik Kecurangan Jalur Zonasi PPDB 2023...

“Petunjuk teknis pelaksanaan disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah. Kami memberikan fleksibilitas karena Indonesia sangat beragam, kondisi yg ada di kota besar berbeda dengan di pedesaan,” katanya. 

Dia memaparkan, PPDB pada awal 2017 hanya ada tiga jalur, yaitu zonasi, prestasi, dan perpindahan kerja orangtua. Namun, sekarang PPDB ditambah dengan jalur afirmasi.

“Dengan banyaknya dinamika, kami melakukan revisi. Kuota jalur zonasi (penerimaan dari daerah terdekat) jenjang SMP dan SMA dari 90 persen jadi 50 persen,” katanya. 

Kemudian, kata Iwan, ada pula prinsip lebih berkeadilan, khususnya bagi keluarga-keluarga tidak mampu dan penyandang disabilitas. Kategori afirmasi ini memiliki kuota minimal 15 persen.

"Jalur prestasi yang sebelumnya hanya 5 persen sekarang menjadi 30 persen. Sementara itu, jalur perpindahan masih 5 persen. Jadi banyak ruang yang kami berikan kepada pemda untuk melihat apa yang terbaik bagi daerahnya,” terangnya.

Baca juga: Febrianti Kaget Nama Anaknya Hilang di PPDB Jalur Prestasi, Pilih Lapor ke Inspektorat Banten

Iwan juga mengatakan, pelaksanaan itu harus dilaksanakan dengan tiga prinsip, yakni objektif atau sesuai visi, transparan atau aturan teknis pemda diketahui umum, dan akuntabel atau penegakan tegas dari regulasi.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com