Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terkait Petisi Penilaian Angka Kredit, Dosen Berharap Sistemnya Satu Terintegrasi

Kompas.com - 11/04/2023, 16:37 WIB
Albertus Adit

Penulis

KOMPAS.com - Tugas seorang dosen selain mengajar di kampus ialah melaksanakan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

Tak hanya itu saja, dosen juga harus merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran serta menilai dan mengevaluasi hasil dari pembelajaran tersebut.

Kini, tugas dosen juga semakin bertambah terkait administratif yakni harus menginput data untuk Penilaian Angka Kredit (PAK) Dosen dan Kewajiban Khusus Beban Kerja Dosen (BKD).

Akan tetapi, hal yang paling disayangkan oleh para dosen ialah banyaknya aplikasi sistem yang digunakan oleh dosen.

Baca juga: Dosen Unair: 9 Tips Bangun Komunikasi yang Baik antara Dokter dan Pasien

Terkait hal itu, sejumlah dosen di Indonesia protes dengan membuat petisi untuk Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek), Nadiem Makarim.

Isinya tentang kewajiban menginput ulang secara manual data Tri Dharma Perguruan Tinggi yang sangat banyak ke dalam sistem baru dan dalam waktu yang sangat singkat (batas waktu 15 April 2023).

Hal ini sesuai Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (PermenPAN RB) Nomor 1 Tahun 2023 tentang Jabatan Fungsional.

4 seruan petisi dosen

Petisi tersebut berisi 4 seruan, yakni:

1. Batalkan tenggat waktu 15 April 2023 (terkait kebijakan input data Tridarma Penilaian Angka Kredit di link Sijali/Sijago).

2. Hapuskan ancaman sanksi terhadap dosen (terkait kebijakan tersebut).

3. Audit aplikasi-aplikasi Ditjen Dikti Ristek yang terlalu banyak dan membebani dosen.

4. Reformasi birokrasi pendidikan sekarang juga.

"Beban administratif yang menimpa dosen Indonesia semakin tidak masuk akal. Jika dibiarkan, mutu dosen dan pendidikan tinggi akan terus merosot," tulis Benny Setianto, dosen Unika Soegijapranata dalam petisi di laman change.org.

Baca juga: Dosen FKKMK UGM: Ini Penyebab Anak Terlambat Bicara

Benny Setianto menjadi salah satu dosen dari 37 dosen yang mengawali pembentukan petisi tersebut. Bahkan pantauan Kompas.com, Selasa (11/4/2023) sampai pukul 16.13 sudah ada 3.635 yang telah menandatangani petisi tersebut.

Seharusnya sistemnya jadi satu

Salah satu dosen UPN Veteran Yogyakarta (UPN Jogja), Yudhy Widya Kusumo, M.A., juga turut menandatangani petisi tersebut.

Menurut dia, tugas dosen di kampus sudah cukup banyak. Apalagi jika ditambah dengan masalah administratif terkait PAK dosen tentu akan sangat memberatkan.

"Jika dosen disibukan masalah administratif saja, nanti malah tidak fokus ke riset dan perkembangan pendidikan di Indonesia," tutur dia kepada Kompas.com.

Ia mengungkapkan, pekerjaan seperti itu seharusnya dapat ditangani oleh tenaga kependidikan.

Tetapi karena jumlah yang cukup banyak, maka akan membuat dosen kewalahan. Seharusnya dosen memikirkan hal-hal yang produktif, tapi justru terjerat pada administratif.

Baca juga: Dosen UM Surabaya: Ini 4 Manfaat Puasa bagi Kesehatan Tubuh

Untuk itu, ia berharap aplikasi yang digunakan hanya satu saja dan bersifat menyeluruh. "Ini karena kita harus menghafal banyak aplikasi terkait pendataan administratif yang sangat memberatkan," imbuh dia.

Sistem aplikasi itu harusnya satu dan terintegrasi. Maka akan menjadi solusi permasalahan administratif bagi dosen.

Ia mencontohkan aplikasi yang sering digunakan ialah e-learning, Journal, Sinta, Srikandi, Silados, Sijali dan lain-lain.

"Beberapa hari lalu saya coba mengumpulkan bukti lewat beberapa aplikasi dan harus dikompilasi dalam sebuah data. Dan itu semua menyita banyak waktu saya," keluh dia.

Sementara dosen lain dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) Dr. Y. Sri Susilo, M.Si., juga turut serta menandatangani petisi tersebut.

Menurut Sri Susilo, pada prinsipnya setuju dengan substansi dari petisi tersebut. Sebab, waktunya yang terlalu mepet.

"Prinsip saya setuju dengan substansi dari petisi tersebut. Waktunya sangat mepet, sehingga mayoritas harus bekerja keras untuk melakukan pengajuan jabatan fungsional dan penilaian angka kredit," tuturnya.

Sri Susilo juga mengatakan bahwa ide dari kebijakan pemerintah sebenarnya baik, yaitu mendorong dosen untuk mengajukan kenaikan jabatan fungsional.

Akan tetapi, menjadi kurang manusiawi karena batas waktu yang sangat mepet.

Baca juga: Dosen UM Beri 5 Tips Fokus Belajar Saat Puasa

"Menjadi berbeda jika diberi waktu misalnya 2-3 bulan, sehingga dosen cukup waktu menyiapkan dokumen Tri Dharma Perguruan Tinggi dan penunjang lainnya," jelas dia.

Untuk tanggapan dari Kemendikbud Ristek terkait petisi tersebut, bisa dibaca dari link ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com