Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar UPH: Kebijakan Tiongkok di Bawah Xi Jinping Berbeda dengan Pemimpin Sebelumnya

Kompas.com - 26/02/2023, 22:30 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com – Dosen pada Jurusan Ilmu Komunikasi UPH, Dr. Johanes Herlijanto mengaku di bawah kepemimpinan Presiden Xi Jinping, kebijakan Tiongkok terkait dengan orang-orang Tionghoa seberang lautan makin jauh berbeda dari kebijakan yang diambil oleh para pemimpin-pemimpin Cina yang lalu.

Bila pada masa yang lampau terdapat pembedaan yang jelas antara orang-orang Tionghoa yang disebut huaqiao (Warga Negara Tiongkok perantauan) dan huaren (etnik Tionghoa), serta huayi (keturunan Tionghoa), keduanya merujuk pada orang-orang Tionghoa yang tidak berkewarganegaraan Tiongkok, maka pada era Xi Jinping, pembedaan tersebut menjadi kabur.

Baca juga: Universitas Prasetiya Mulya Resmi Keluarkan Mario Dandy Satrio

Dalam berbagai pidato dan pernyataan, baik Xi Jinping sendiri maupun para pejabat tinggi di bawah kepemimpinannya seringkali menggunakan istilah-istilah yang menegaskan kembali hubungan antara Tiongkok dan orang-orang Tionghoa yang tersebar di seluruh dunia, tanpa memandang apapun kewarganegaraan mereka.

Padahal saat masih berada di bawah kepemimpinan Deng Xiaoping, Tiongkok telah secara tegas melepaskan pengakuannya atas orang Tionghoa Perantauan yang telah memperoleh kewarganegaraan asing.

"Pengakuan tersebut tertuang dalam undang-undang kewarganegaraan yang diterbitkan pada tahun 1980," ucap dia dalam keterangannya, Minggu (26/2/2023).

Johanes mengatakan, perubahan kebijakan terkait orang-orang Tionghoa di luar China itu terlihat jelas tak lama setelah Xi Jinping dikukuhkan sebagai pemimpin tertinggi Republik Rakyat Tiongkok (RRT) untuk pertama kalinya.

Dia menambahkan, Beijing di bawah Xi Jinping juga menggunakan istilah 'saudara sebangsa dari seberang lautan' (haiwai qiaobao) untuk merujuk pada etnik Tionghoa di berbagai belahan dunia.

Merujuk Profesor Leo Suryadinata, Johanes menyampaikan bahwa pada tahun 2014, Xi pernah mengatakan bahwa Tiongkok yang bersatu adalah akar bersama dari putra dan putri Tiongkok di dalam dan di luar Cina.

"Dalam pandangan Profesor Suryadinata, Xi menggunakan istilah putra putra Tiongkok (Zhonghua ernu) untuk merujuk baik orang-orang Tionghoa yang berada di Tiongkok maupun yang berada di luar Tiongkok," jelas pria yang juga jadi Ketua FSI.

Selaras dengan Xi Jinping, para pejabat tinggi Tiongkok lain juga menekankan sikap yang sama dalam pernyataan-pernyataan mereka dalam sepuluh tahun belakangan ini.

Baca juga: 2 Sekolah Kedinasan Ini Tidak Ada Syarat Tinggi Badan, Lulus Jadi PNS

Kembali merujuk pada Suryadinata, Johanes mengatakan, pada 2015 di hadapan para pengusaha Tionghoa dari berbagai belahan dunia, Perdana Menteri Li Keqiang menyampaikan harapannya agar para pebisnis Tionghoa seberang lautan berperan sebagai ‘kekuatan baru yang efektif’ bagi transformasi ekonomi dan pembangunan di Cina.

Johanes menyatakan, pernyataan-pernyataan serupa pernah pula disampaikan oleh para pejabat Tiongkok di Indonesia.

"Menurut catatan Profesor Suryadinata, pada April 2012, Direktur dari Kantor Urusan Tionghoa Perantauan Beijing, Li Yinze, menganjurkan generasi muda Tionghoa Indonesia untuk belajar Bahasa Mandarin demi memperkuat identifikasi mereka dengan bangsa Tiongkok," papar Johanes.

Dia juga menyinggung pernyataan seorang pejabat lain pada 2015 yang menyatakan bahwa tanah leluhur tidak akan pernah melupakan kontribusi besar dari huaqia dan huaren di luar negeri. Tiongkok akan selalu menjadi pendukung kuat (strong backer) bagi masyarakat keturunan Tionghoa di luar negeri.

Johanes mengatakan, pernyataan-pernyataan yang seolah menegaskan kembali hubungan antara Tiongkok dan etnik Tionghoa di luar Tiongkok itu tentu dapat menimbulkan kekhawatiran bagi pemerintah dan elit politik di negara tempat orang-orang Tionghoa tersebut tinggal.

Namun demikian, menurut dia, kekhawatian di atas bukanlah tanpa jalan keluar.

Baca juga: Anak Pejabat Ditjen Pajak, Mario Dandy Bukan Lulusan SMA Taruna Nusantara

"Dalam kasus Indonesia, makin kuatnya akar kebangsaan Indonesia di kalangan seluruh etnik Tionghoa kiranya dapat menjadi sebuah penangkal yang jitu baik terhadap kecurigaan yang muncul di kalangan non Tionghoa," tukas Johanes.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com