Banyak yang kemudian menjawab dengan menggunakan logika asal jadi, kalau gajinya kecil, mengapa memilih jadi guru? Jawabanya sangat sederhana, mereka memilih jadi guru karena cita-cita mereka memang jadi guru.
Mimpi Indonesia emas tahun 2045, tidak semulus yang dibayangkan. Pendidikanlah yang menjadi kata kunci berhasil atau tidaknya mimpi itu.
Bonus demografi hanya akan jadi bencana demografi sekiranya tata kelola guru tidak diperbaiki. Guru adalah eksekutor kurikulum di lapangan.
Bagaimana guru bisa mengajar dengan baik, kalau untuk makan saja tidak bisa? Jumlah siswa di Indonesia di kisaran 50 juta orang, guru-guru honorer menjadi tangan yang tidak terlihat membereskan sekolah yang kekurangan guru.
Perlu ada regulasi yang sinkron antara pusat dan daerah untuk menegaskan bahwa gaji guru honorer mengikuti upah minimum di daerah.
Indonesia harus segera membenahi carut marut tata kelola guru. Masalah guru honorer adalah ibarat gunung es yang bisa meledak kapan saja.
Tata kelola guru masih centang perenang. Booming sertifikasi membuat orang berlomba-lomba memilih sekolah keguruan. Akibatnya tidak terserapnya tenaga keguruan di sekolah yang tepat.
Berkacalah ke Malaysia, jumlah kebutuhan guru didata dengan baik. Berapa proyeksi kekurangan guru ke depan beserta mata pelajaran apa yang dibutuhkan kemudian diteruskan ke kampus-kampus penyelenggara guru.
Kampus-kampus keguruan kemudian mengumumkan penerimaan mahasiswa untuk mata pelajaran tersebut beserta jumlah mahasiswa yang dibutuhkan.
Maklum saja di sana tidak semua kampus boleh menyelenggarakan pendidikan guru. Hanya kampus-kampus pemerintah.
Tidak heran, begitu lulus, mahasiswa keguruan di Malaysia memiliki jenjang karir yang jelas serta gaji yang lumayan.
Pembenahan masalah guru honorer memang tidak sesederhana yang terlihat. Namun langkah awal adalah pemerintah harus segera membuat regulasi agar gaji guru honorer setara upah minimum provinsi.
Sampai kapan stigma Oemar Bakrie masih bertahan di negeri ini? Selamat Hari Guru.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.