Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Waode Nurmuhaemin
Penulis

Praktisi pendidikan, penulis buku dan novel pendidikan

Sampai Kapan Melawan Stigma Oemar Bakrie?

Kompas.com - 26/11/2022, 10:52 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEBELUM program sertifikasi digulirkan, guru adalah profesi yang dipandang sebelah mata. Profesi ini lekat dengan stigma ”Oemar bakrie” PNS bergaji kecil, dengan sepeda kumbang butut.

Beda dulu, beda sekarang. Saat ini ini profesi guru naik kelas. Kehidupan guru jadi sejahtera. Jalanan diramaikan mobil milik guru-guru bersertifikasi.

Namun, terlepas dari gambaran mentereng kesejahteraan guru, masih banyak cerita pilu berhamburan menghujam negeri ini. Banyak guru honorer yang bergaji Rp 300.000 sebulan, bahkan Rp 100.000 sebulan.

Jumlah guru honorer sekolah tahun 2022 sebanyak 704.503 orang. Itu yang terdata secara resmi. Masih banyak guru-guru honorer yang tidak punya dapodik, mereka itulah yang bergaji Rp 300.000 sebulan, bahkan ada yang di bawah itu.

Pascakenaikan BBM, harga-harga kebutuhan pokok meroket. Dahulu, sebelum kenaikan BBM Rp 50.000 sudah bisa dipakai untuk satu hari.

Saat ini uang Rp 100.000 hanya cukup untuk beli ikan setengah kilo dan beras satu liter serta serta tiga liter bensin untuk transportasi.

Begitulah gaji guru honorer satu bulan hanya bisa dipakai untuk hidup satu hari. Dengan gambaran kesejahteraan guru honorer yang begitu horor, apakah tidak miris kita mengharapkan pendidikan kelas dunia?

Guru honorer di daerah-daerah khususnya daerah terpencil dan sekolah swasta memegang peranan yang sangat penting.

Guru-guru PNS bersertifikasi menumpuk dan tersentralisasi di kota-kota besar yang nyaman dan penuh fasilitas. Jumlah guru PNS sebanyak 1.520.354 orang.

Menurut data BKN, guru-guru PNS masih terkonsenrasi di Jawa. Jumlah sekolah di Indonesia ada 394.708 unit. Tidak semua sekolah-sekolah tersebut terjangkau tangan guru PNS.

Di sinilah guru honorer mengambil peranan penting berjibaku mencerdaskan generasi muda Indonesia dengan gaji sangat tidak layak.

Guru-guru honorer tersebut bergelar sarjana setelah kuliah empat sampai lima tahun. Kompetensi mereka sama dengan guru PNS bersertifikasi.

Gaji yang tidak layak hanya akan membuat mereka memilih profesi lain ketimbang guru. Jika tidak dibenahi, maka akan berbahaya mengingat tidak semua sekolah memiliki guru tetap PNS dan regenerasi guru bisa terputus.

Skema penggajian

Guru honorer adalah guru yang berijazah sarjana dan memiliki akta mengajar. Menjadi pertanyaan yang tidak kunjung terjawab, mengapa gaji guru honorer tidak mengikuti upah upah minimum provinsi? Adakah provinsi di Indonesia dengan upah minimum Rp 300.000?

Kalau tidak ada, mengapa mereka digaji lebih rendah dari buruh pelabuhan yang bahkan tidak memiliki ijasah SMP?

Banyak yang kemudian menjawab dengan menggunakan logika asal jadi, kalau gajinya kecil, mengapa memilih jadi guru? Jawabanya sangat sederhana, mereka memilih jadi guru karena cita-cita mereka memang jadi guru. 

Mimpi Indonesia emas tahun 2045, tidak semulus yang dibayangkan. Pendidikanlah yang menjadi kata kunci berhasil atau tidaknya mimpi itu.

Bonus demografi hanya akan jadi bencana demografi sekiranya tata kelola guru tidak diperbaiki. Guru adalah eksekutor kurikulum di lapangan.

Bagaimana guru bisa mengajar dengan baik, kalau untuk makan saja tidak bisa? Jumlah siswa di Indonesia di kisaran 50 juta orang, guru-guru honorer menjadi tangan yang tidak terlihat membereskan sekolah yang kekurangan guru.

Perlu ada regulasi yang sinkron antara pusat dan daerah untuk menegaskan bahwa gaji guru honorer mengikuti upah minimum di daerah.

Indonesia harus segera membenahi carut marut tata kelola guru. Masalah guru honorer adalah ibarat gunung es yang bisa meledak kapan saja.

Tata kelola guru masih centang perenang. Booming sertifikasi membuat orang berlomba-lomba memilih sekolah keguruan. Akibatnya tidak terserapnya tenaga keguruan di sekolah yang tepat.

Berkacalah ke Malaysia, jumlah kebutuhan guru didata dengan baik. Berapa proyeksi kekurangan guru ke depan beserta mata pelajaran apa yang dibutuhkan kemudian diteruskan ke kampus-kampus penyelenggara guru.

Kampus-kampus keguruan kemudian mengumumkan penerimaan mahasiswa untuk mata pelajaran tersebut beserta jumlah mahasiswa yang dibutuhkan.

Maklum saja di sana tidak semua kampus boleh menyelenggarakan pendidikan guru. Hanya kampus-kampus pemerintah.

Tidak heran, begitu lulus, mahasiswa keguruan di Malaysia memiliki jenjang karir yang jelas serta gaji yang lumayan.

Pembenahan masalah guru honorer memang tidak sesederhana yang terlihat. Namun langkah awal adalah pemerintah harus segera membuat regulasi agar gaji guru honorer setara upah minimum provinsi.

Sampai kapan stigma Oemar Bakrie masih bertahan di negeri ini? Selamat Hari Guru.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com