Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Antonius Ferry Timur
Konsultan

Konsultan dan pemerhati pendidikan dasar, Direktur Yayasan Abisatya Yogyakarta

Mencari Format Pengajaran Sejarah dalam Kurikulum Merdeka

Kompas.com - 06/11/2022, 08:31 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Transformasi pengetahuan atas masa lalu untuk dikontekstualisasikan dalam kehidupan kekinian, dan sebagai bahan proyeksi untuk masa depan, sebagai upaya memperkuat jati diri manusia dalam dimensi lokal, nasional, dan global, dilakukan melalui mata pelajaran Sejarah.

Kemudian Lingkup Strandar Kecakapan dalam mata pelajaran Sejarah, meliputi:

  1. Keterampilan Konsep Sejarah (Historical Conceptual Skills)
  2. Keterampilan Berpikir Sejarah (Historical Thinking Skills)
  3. Kesadaran Sejarah (Historical Consciousness)
  4. Penelitian Sejarah (Historical Research)
  5. Keterampilan Praktis Sejarah (Historical Practice Skills)

Lingkup standar kecakapan dalam mata pelajaran sejarah dalam Permendikbud yang akan dicapai melalui berbagai pendekatan khas sejarah seperti diakronis (kronologi) maupun sinkronis.

Juga, memberikan pengalaman belajar saintifik yang diperoleh melalui tahapan mencari sumber (heuristik), kritik dan seleksi sumber (verifikasi), analisis dan sintesis sumber (interpretasi), sampai mengambil kesimpulan dan refleksi yang dituliskan secara historiografi.

Sejarah sebagai “Historia Vitae Magistra”

Apakah “Historia Vitae Magistra” akan tinggal kenangan? Harus diakui dengan jujur pengajaran sejarah memang memiliki banyak kelemahan.

Kelemahan paling utama, menurut Niels Mulder (Kanisius, 2000), adalah diproyeksikannya masa sekarang ke masa lampau secara tetap.

Akibatnya sejarah menjadi kronologi belaka dan pengalaman hidup orang pada masa tertentu sama sekali tidak dijelaskan.

Diutamakannya kronologi sama dengan pendaftaran nama dan peristiwa; tidak ada usaha untuk mengadakan periodesasi.

Periodesasi mengandaikan asas penggolong-golongan, dan dengan demikian penelaahan atas suatu babak sejarah untuk menemukan unsur dominan yang memisahkan atau membedakannya dari babak yang lain.

Usaha teoritis yang sederhana ini tidak ada, maka tidak ada pemahaman terhadap sejarah. Penerapan perspektif yang lebih canggih sama sekali tidak ada; yang didapat dan dilihat siswa adalah fakta yang tidak kunjung henti.

Sebagai mantan guru sejarah, penulis menyadari betul bahwa pengajaran sejarah di sekolah sangat dijejali oleh fakta-fakta yang terkadang tidak berguna bagi kehidupan sehari-hari bagi murid.

Apa gunanya mempelajari Perang Salib bagi siswa kelas I SLTP? Sejarah penuh dengan titipan kepentingan-kepentingan politik penguasa.

Pelajaran sejarah membutuhkan political will dari pihak berwenang untuk makin diperkuat. Harus ada kesepakatan di antara kita untuk mengembalikan pengajaran sejarah sebagai guru kehidupan.

Hal ini bisa dimulai dengan membuat pengajaran sejarah yang reflektif dan menyentuh kepribadian siswa. Mulailah kita mengajak siswa untuk menyadari mengapa hidupnya kini menjadi seperti ini atau itu.

Pengajaran sejarah mestinya diawali dengan menggali pengalaman hidup sosial siswa, bagaimana ia hidup bersama keluarga dan masyarakatnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com