Transformasi pengetahuan atas masa lalu untuk dikontekstualisasikan dalam kehidupan kekinian, dan sebagai bahan proyeksi untuk masa depan, sebagai upaya memperkuat jati diri manusia dalam dimensi lokal, nasional, dan global, dilakukan melalui mata pelajaran Sejarah.
Kemudian Lingkup Strandar Kecakapan dalam mata pelajaran Sejarah, meliputi:
Lingkup standar kecakapan dalam mata pelajaran sejarah dalam Permendikbud yang akan dicapai melalui berbagai pendekatan khas sejarah seperti diakronis (kronologi) maupun sinkronis.
Juga, memberikan pengalaman belajar saintifik yang diperoleh melalui tahapan mencari sumber (heuristik), kritik dan seleksi sumber (verifikasi), analisis dan sintesis sumber (interpretasi), sampai mengambil kesimpulan dan refleksi yang dituliskan secara historiografi.
Apakah “Historia Vitae Magistra” akan tinggal kenangan? Harus diakui dengan jujur pengajaran sejarah memang memiliki banyak kelemahan.
Kelemahan paling utama, menurut Niels Mulder (Kanisius, 2000), adalah diproyeksikannya masa sekarang ke masa lampau secara tetap.
Akibatnya sejarah menjadi kronologi belaka dan pengalaman hidup orang pada masa tertentu sama sekali tidak dijelaskan.
Diutamakannya kronologi sama dengan pendaftaran nama dan peristiwa; tidak ada usaha untuk mengadakan periodesasi.
Periodesasi mengandaikan asas penggolong-golongan, dan dengan demikian penelaahan atas suatu babak sejarah untuk menemukan unsur dominan yang memisahkan atau membedakannya dari babak yang lain.
Usaha teoritis yang sederhana ini tidak ada, maka tidak ada pemahaman terhadap sejarah. Penerapan perspektif yang lebih canggih sama sekali tidak ada; yang didapat dan dilihat siswa adalah fakta yang tidak kunjung henti.
Sebagai mantan guru sejarah, penulis menyadari betul bahwa pengajaran sejarah di sekolah sangat dijejali oleh fakta-fakta yang terkadang tidak berguna bagi kehidupan sehari-hari bagi murid.
Apa gunanya mempelajari Perang Salib bagi siswa kelas I SLTP? Sejarah penuh dengan titipan kepentingan-kepentingan politik penguasa.
Pelajaran sejarah membutuhkan political will dari pihak berwenang untuk makin diperkuat. Harus ada kesepakatan di antara kita untuk mengembalikan pengajaran sejarah sebagai guru kehidupan.
Hal ini bisa dimulai dengan membuat pengajaran sejarah yang reflektif dan menyentuh kepribadian siswa. Mulailah kita mengajak siswa untuk menyadari mengapa hidupnya kini menjadi seperti ini atau itu.
Pengajaran sejarah mestinya diawali dengan menggali pengalaman hidup sosial siswa, bagaimana ia hidup bersama keluarga dan masyarakatnya.