Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengendara Motor Diimbau Tidak Pakai Sandal Jepit, Ini Kata Pakar UGM

Kompas.com - 20/06/2022, 10:47 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Pengendara motor diimbau tidak menggunakan sandal jepit. Hal itu merupakan imbauan langsung dari Korps Lalu Lintas Kepolisian RI.

Adanya aturan itu, Pakar Teknik Lalu Lintas dan Teknik Transportasi UGM, Dr. Dewanti memberikan pandangannya.

Baca juga: Pakar UGM: Reshuffle Kabinet Jokowi demi Akomodasi Kepentingan Parpol

Menurut dia, imbauan tersebut memang bertujuan untuk melindungi sekaligus menjaga keselamatan diri pengendara sepeda motor.

Sejauh ini banyak yang menilai bahwa sepeda motor sebagai the most dangerous circle. Kecelakaan yang melibatkan kendaraan bermotor sangat berbahaya.

"Kenapa, jika terjadi insiden sangat rentan mencederai pengendara atau penumpangnya. Kesenggol pastinya langsung badan, jatuh juga langsung berbenturan, berbeda dengan mobil yang ada bodi pelindungnya," ucap dia melansir laman UGM, Senin (20/6/2022).

Soal keamanan dan keselamatan pengendara sepeda motor ini memang telah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 tahun 2019 pasal 4.

Dalam pasal tersebut dijelaskan mengenai pemenuhan aspek keselamatan yang harus memenuhi sejumlah aspek.

Khusus untuk pengemudi, ada beberapa hal yang harus dipatuhi, antara lain memakai jaket dengan bahan yang dapat memantulkan cahaya disertai dengan identitas pengemudi, menggunakan celana panjang, menggunakan sepatu, menggunakan sarung tangan dan membawa jas hujan.

Sehingga dengan aturan tersebut sebenarnya tidak ada lagi alasan bagi pengendara sepeda motor untuk tak menggunakan alas kaki yang layak saat berkendara.

Oleh karena itu, pengendara motor wajib menggunakan sepatu apabila tidak ingin mengalami kecelakaan yang fatal di jalan.

Baca juga: Soal UTBK-SBMPTN 2022 Bocor, LTMPT: Pelaku Bisa Dipidana dan Disanksi

Meski begitu, kata Dewanti, tidak serta merta aturan tersebut menjadi aturan yang harus segera diberlakukan di masyarakat.

Sebab, untuk pemberlakuannya perlu waktu dan proses sosialisasi terlebih dahulu.

Seperti implementasi pemakaian helm beberapa tahun lalu, yakni pemberlakuannya butuh waktu yang lama.

Bahkan pada awal-awal soal helm sebagai pelindung kepala menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.

"Ada yang beralasan panas, sumuk, jika sanggulan tidak bisa dan lain-lain. Proses penyadaran butuh waktu dan pada akhirnya sekarang sudah lumayan untuk pengguna helm ini, jika di awal-awal dulu mungkin masih sekitar 70 persen, kini hampir 98-99 persen apalagi di perkotaan," jelas dia.

Dewanti mengakui, menyangkut keselamatan diri di masyarakat Indonesia memang belum begitu baik, dibanding di negara-negara yang memiliki sistem transportasi yang sudah baik.

Maka dari itu, diperlukan konsistensi dan kontinuitas dari pihak kepolisian dan pihak-pihak lain terkait keselamatan berkendara ini.

Meski keselamatan menjadi prioritas, dia berharap pemberlakukan terhadap aturan ini nantinya bisa secara bertahap.

Dia menyebut, membangun kesadaran terkait keselamatan diri memang harus saling bersinergi.

Tidak hanya bagaimana perilaku mengemudi harus baik dan alat-alat perlindungan diri yang jadi utama, tapi hal lain juga harus disiapkan, seperti kondisi kendaraan, infrastruktur jalan, dan sistem berlalu lintas di jalan yang juga menjamin keselamatan.

Baca juga: Ajang Puteri Indonesia 2022 Pakai Bahasa Inggris, Ini Kata Dosen Unair

"Namanya kecelakaan di perkotaan memang lebih dominan oleh keterlibatan sepeda motor. Ini bisa dipahami karena jumlah sepeda motor paling banyak dibanding yang lain, dan yang paling banyak menjadi korban kecelakaan adalah mereka yang usia muda antara 20-45 tahun, kelompok-kelompok usia muda dan produktif," tegas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com