Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hasanuddin Wahid
Sekjen PKB

Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Anggota Komisi X DPR-RI.

Jalan Menuju Merdeka Belajar Masih Terjal

Kompas.com - 02/12/2021, 13:46 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Di Finlandia, negara dengan sistem pendidikan terbaik sedunia, sekolah dijadikan sebagai pusat komunitas dan siswa berperan aktif di mana mereka menetapkan target dan menilai diri mereka sendiri.

Jadi, kita setuju dengan konsep Merdeka Belajar yang bermaksud merangsang siswa untuk menjadi pemimpin yang inovatif dengan rasa membumi.

Bangsa ini membutuhkan pemimpin yang cerdas, pemikir kritis, arif, dan percaya diri tanpa membuat siapapun merasa minder.

Kita ingin melihat orang Indonesia bersatu untuk mendukung kebijakan baru dan memberikan umpan balik yang membangun.

Kekurangannya

Ibarat pepatah ’tiada gading yang tak retak’, begitu pula dengan kebijakan Merdeka Belajar, ada pula kekurangan atau potensi kendalanya.

Salah satu kekurangan yang kasat mata adalah kebijakan ini belum begitu matang dalam persiapan.

Usai dicetuskan oleh Menteri Pendidikan Indonesia, sejatinya konsep Merdeka Belajar diperkuat dengan suatu upaya pematangan melalui berbagai penelitian dan diskusi, sebelum diterapkan.

Bukannya seperti sekarang, berjalan sambil dibenahi.

Selain itu, sosialisasinya belum benar-benar masif dan menukik. Kalau mau jujur, hingga saat ini konsep ini hanya dikenali oleh pihak otoritas dan sebagian kecil pelaku pendidikan.

Belum menyentuh seluruh pemangku kepentingan pendidikan, terutama para peserta didik dan para orangtua/wali.

Dari berbagai media massa dan media sosial terkesan peserta didik belum paham apa yang dimaksudkan dengan ‘Merdeka Belajar’.

Bahkan, ada kesan, mereka menafsirnya sebagai ‘bebas belajar’, namun pasti naik kelas.

Dikuatirkan bahwa apabila program itu tidak ‘benar-benar matang’ hingga akhir masa jabatan Menteri yang mencetuskannya, maka akan diganti oleh Menteri dari Kabinet berikutnya.

Sebagaimana biasanya, maka progam akan berubah.

Selain itu, program Merdeka Belajar masih diwarnai dengan kurikulum dan metode pembelajaran yang belum terencana dengan baik.

Prosedur pelaksanaan pendidikan dan pengajaran dalam Merdeka Belajar belum menjawab masalah mutu pendidikan yang telah menjadi momok sistem pendidikan kita.

Memang, Undang-undang No. 12 tahun 2012, mengamanatkan agar seluruh pemangku kepentingan pendidikan di Indonesia berupaya meningkatkan sistem pembelajaran untuk mewujudkan suasana belajar bagi para peserta didik agar lebih aktif dalam meningkatkan kemampuannya di segala bidang.

Mulai dari kepribadian, softskill, ketrampilan, hingga bela Negara.

Namun, upaya untuk melaksanakan amanat UU tersebut belum masif dilakukan. Oleh karena itu hasilnya belum kelihatan secara nyata.

Hal lain yang menjadi kendala dari program Merdeka Belajar adalah kondisi SDM yang belum cukup kuat.

Program Merdeka Belajar mengandaikan adanya kekuatan SDM yang berkualitas yang disiapkan secara sistematis.

Namun, kenyataannya tidaklah demikian. SDM pendidikan kita masih berkutat dengan masalah jumlah dan kualitas yang belum memadai.

Tambahan pula, dari sisi pengalaman, semua SDM pendidikan adalah hasil dari pendidikan ‘yang tak merdeka’.

Artinya, sebagai eksekutor program Merdeka Belajar, mereka sendiri belum punya pengalaman mengenai ‘Merdeka Belajar’.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com