Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komisi X DPR Perjuangkan Kesetaraan Hak Guru Formal dan Non-Formal

Kompas.com - 23/11/2021, 18:42 WIB
Mahar Prastiwi,
Dian Ihsan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI masih mempunyai pekerjaan rumah (PR) terkait legislasi menjadikan wajib belajar sembilan tahun mulai SD, SLTP dan SLTA ditarik ke bawah.

Sehingga menjadi 12 tahun dengan menyertakan jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Hal ini disampaikan Ketua Komisi X DPR, Syaiful Huda.

Menurutnya, hanya dengan cara demikian maka eksistensi serta pondasi pendidikan anak Indonesia akan semakin kuiat.

"Kesadaran pentingnya PAUD menjadi bagian dari wajib belajar akan memberikan manfaat jangka panjang yang baik dalam membentuk generasi emas," ujar Syaiful Huda seperti dikutip dari laman Paudpedia Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), Selasa (23/11/2021).

Baca juga: Kisah Zainul, Mahasiswa Disabilitas Unej Berpestasi di Bidang Olahraga

Kesetaraan hak pendidik formal dan nonformal

Menurut Syaiful, sesungguhnya beberapa waktu lalu organisasi guru PAUD dan elemen masyarakat telah melakukan yudicial review terhadap Undang Undang Sistem Pendiidkan Nasional Nomor 20 tahun 2003 yang dinilai kurang adil dalam memposisikan guru PAUD.

Melalui yudicial review para guru PAUD menghendaki adanya kesetaraan hak antara guru formal dan nonformal.

Meskipun telah sama-sama diakui sebagai pendidik oleh Undang-Undang Sisdiknas, ternyata yang diakui sebagai guru oleh Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen hanya pendidik PAUD formal saja.

"Meski belum berhasil, hal itu harus terus diperjuangkan. Pengertian guru harus mencakup pendidikan PAUD formal dan PAUD nonformal," ungkap Syaiful.

Baca juga: Kuliah S1 Gratis di Kanada dan Tunjangan Rp 356 Juta Per Tahun, Ini Infonya

Berharap ada lebih banyak alokasi anggaran

Menurut dia, pertimbangan pemerintah saat itu tidak memasukan guru PAUD sebagai pendidik formal tetapi pendidik nonformal karena adanya keterbatasan anggaran.

"Saat itu saya sudah melakukan upaya counter draft untuk menyanggah. Sebetulnya kalau saja negara mengalokasikan anggaran pendidikan 20 persen atau sebesar Rp 541 triliun sebanyak 50 persen atau sekitar Rp 250 triliun diberikan kepada Kemdikbud Ristek maka semua guru PAUD akan jauh lebih baik kesejahteraannya," tegas Syaiful.

Saat ini, lanjut Syaiful Huda, pemerintah dalam hal ini Kemdikbud Ristek dari 20 persen anggaran pendidikan atau sebesar Rp 514 triliun hanya mengelola Rp 87 triliun.

Sedangkan pendidikan berbasis keagamaan yang ada dibawah Kementerian Agama mendapat Rp 55 triliun sedangkan sisanya langsung ke daerah lewat Dana Alokasi Khusus (DAK).

Baca juga: Nadiem: Permendikbud PPKS Tak Beri Celah Adanya Kekerasan Seksual

Ditambahkan, dari segi pembayaan satuan pendidikan tiap siswa, saat ini pendidikan di Indonesia masih tertinggal dari negara lain. Pemerintah melalui APBN hanya mengalokasikan bantuan setiap anak sebesar Rp 1,2 juta per tahun lewat BOS dan BOP Pendidikan.

Ideal money follow student Rp 3,2 juta per tahun

Sedangkan negara tetangga seperti Singapura mengalokasikan sekitar Rp 10 juta per tahun untuk setiap anak. Sedangkan Malaysia mengalokasikan sekitar Rp 7,5 juta.

"Jadi untuk Money Follow Student untuk Indonesia idealnya dibutuhkan Rp 3,2 juta per tahun untuk setiap anak dari Sabang sampai Merauke," imbuhnya

Selain itu setelah Money Follow Student yang selanjutnya perlu dipikirkan adalah Money Follow Teacher sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan guru nasional.

Baca juga: Fresh Graduate, Perhatikan Jejak Digital karena Bisa Pengaruhi Karier

Syaiful Huda juga merasa gelisah terkait penghapusan dikotomi atau perbedaan perlakukan antara sekolah negeri dan sekolah swasta.

"Kedepan saya sangat berharap tidak lagi ada perbedaan atau terjadi diskriminasi terhadap sekolah swasta. Sesuai amanat undang-undang semua sekolah atau entitas pendidikan harus diperlakukan adil," pungkas Syaiful Huda.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com