Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dosen FSRD ITB Beberkan Jejak Seni Prasejarah di Indonesia

Kompas.com - 23/11/2021, 08:29 WIB
Mahar Prastiwi,
Dian Ihsan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sebelum ada peradaban manusia modern, ada sejarah panjang di era-era sebelumnya.

Tak hanya temuan-temuan berupa alat dari batu, senjata, candi ada banyak temuan berupa karya seni dari zaman prasejarah.

Hal ini dibahas dalam perhelatan Borobudur Writers and Cultural Festival (BWCF) 2021 yang hadir sebagai tempat diskusi para penikmat seni.

BWCF 2021 mengangkat tema 'Membaca Ulang Claire Holt Estetika Nusantara Kontinuitas dan Perubahannya' dan diselenggarakan secara virtual.

Baca juga: Webinar Unpar Beberkan Tanda-tanda Anak Jadi Korban Bullying

Gambar cadas di gua prasejarah

Dalam acara BWCF 2021 turut mengundang Dosen Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB (FSRD ITB) Pindi Setiawan menjadi pembicara dalam salah satu serial webinar.

Topik yang diangkat pada webinar pertama ini yakni 'Penemuan Terbaru Gambar Cadas (Rock Art) di Gua Prasejarah dan Batu Megalit Indonesia serta Implikasinya Terhadap Sejarah Seni Indonesia'.

Pindi bersama ketiga pembicara lain banyak mengulas tentang rock art yang merupakan bagian dari seni prasejarah dan tidak banyak orang tahu.

Menurut Pindi, seni atau art di Indonesia semakin berkembang ditambah dengan munculnya budaya-budaya baru yang masuk.

"Namun, keragaman ini janganlah membuat kita lupa akan seni yang sudah berkembang sejak dahulu kala dan keberadaannya mungkin tidak semudah kita mendapatkan seni yang ada sekarang," kata Pindi seperti dikutip dari laman Institut Teknologi Bandung, Selasa (23/11/2021).

Baca juga: Seperti Ini Penjelasan Konsep Kampus Hijau dan Indikatornya

Jejak seni warisan nenek moyang

Menurut Pindi, pentingnya topik ini diangkat untuk mengedukasi masyarakat terutama penikmat seni bahwa di tempat terpencil dan sulit dijangkau pun masih terdapat jejak-jejak seni warisan nenek moyang.

Pindi menjelaskan bahwa dalam buku Claire Holt terdapat beberapa karakteristik khas dari rock art di antaranya, menceritakan peristiwa prasejarah.

Gambar cadas (Garca) prasejarah identik dengan memadukan curahan hasrat estetika dan logika kehidupan kala itu.

Selain itu, situs mamatua dan cap tangan negatif dengan perpaduan warna merah, jingga, ungu, hitam dan putih serta teknik kuasan, stensil (semburan) dan torehan. Garca juga identik dengan perasaan yang kuat antara benda kosmos, manusia, dan fauna laut.

Baca juga: Psikolog Unair: Peran Penting Orangtua agar Anak Tidak Kecanduan Gawai

Penemuan di Sangkulirang, Kalimantan Timur

Pindi mengungkapkan penemuan yang dia dapat saat melakukan ekspedisi di Sangkulirang, Kalimantan Timur, dan Maros, Sulawesi Selatan.

Di kedua tempat tersebut ditemukan gambar imaji satwa yang sudah punah dan alat buruh zaman savana.

"Selain itu ditemukan puls garca sosok manusia datu-saman (headmask anthropomorphic) di Sangkulirang dan manusia jadi-jadian (theriantrophic) di Maros," bebernya.

Baca juga: Nadiem: Permendikbud PPKS Tak Beri Celah Adanya Kekerasan Seksual

Pindi menambahkan, ekspedisi ini selain mengangkat kembali jejak kreatif zaman prasejarah juga dalam rangka melaksanakan suatu proyek indeks warna yang diperkirakan selesai 2022 dan akan menjadi index warna Indonesia.

"Besar harapan seni Indonesia dari setiap masa dapat tetap eksis di tengah zaman yang serba dinamis," tandas Pindi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com