Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/11/2021, 14:22 WIB
Ayunda Pininta Kasih

Penulis

KOMPAS.com - Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi mendapat penolakan dari beberapa pihak.

Sejumlah pihak menganggap bahwa Permendikbud Ristek 30/2021 melegalkan perzinaan.

Pelaksana tugas (Plt.) Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Nizam mengatakan anggapan tersebut timbul karena kesalahan persepsi atau sudut pandang.

Ia menegaskan, tujuan utama peraturan ini adalah memastikan terjaganya hak warga negara atas pendidikan, melalui pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan tinggi.

Baca juga: 10 Kampus Terbaik Nasional di Pimnas 2021 Kemendikbud Ristek

"Tidak ada satu pun kata dalam Permen PPKS ini yang menunjukkan bahwa Kemendikbudristek memperbolehkan perzinaan. Tajuk diawal Permendikbudristek ini adalah ‘pencegahan', bukan ‘pelegalan',” tegasnya seperti dilansir dari laman Kemendikbud Ristek, Senin (8/11/2021).

Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021, terangnya, hadir sebagai langkah awal untuk menanggapi keresahan mahasiswa, dosen, pimpinan perguruan tinggi, dan masyarakat tentang meningkatnya kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi.

Mayoritas dosen mengaku ada kekerasan seksual di kampus

Mengutip laman Kompas.tv, Selasa (9/11/2021), penolakan muncul berdekatan dengan viralnya kasus dugaan pelecehan seksual oleh Dekan FISIP Universitas Riau Syafri Harto saat bimbingan skripsi.

Tak hanya itu, Komnas Perempuan mencatat ada 27 persen aduan kekerasan seksual di perguruan tinggi selama 2015-2020.

Baca juga: Nadiem Bermalam di Hutan, Dengar Curahan Hati Orang Rimba

Sementara, survei Ditjen Diktiristek pada 2020 mencatat 77 persen dosen mengaku ada kekerasan seksual di kampus dan 63 persen korban tidak melaporkan kasusnya pada pihak pengelola universitas.

“Lemahnya penanganan kasus di kampus karena pelakunya adalah orang terdekat di lingkungan kampus seperti dosen, mahasiswa ataupun karyawan kampus sehingga turut menyebabkan keengganan korban untuk melapor,” tulis pernyataan Komnas Perempuan yang dikutip pada Senin (8/11/2021).

Menurut Komnas Perempuan, penanganan kasus kekerasan seksual yang buruk di kampus membuat korban kesulitan mendapat akses pemulihan psikologi.

Sebab itu, Komnas Perempuan meminta Kemendikbud Ristek untuk mensosialisasikan peraturan ini lebih luas.

“(Merekomendasikan) Perguruan Tinggi agar mempunyai komitmen untuk mengimplementasikan Permen PPKS ini dengan mengikuti langkah-langkah yang sudah diatur oleh Permendikbud PPKS,” kata pihak Komnas Perempuan.

Salah satu penolakan datang dari Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah. Muhammadiyah menilai ada masalah formil dan materiil yang salah satunya terkait dugaan pelegalan seks bebas.

Baca juga: BCA Buka Magang Bakti bagi Lulusan SMA-SMK, D1-D3 dan S1, Yuk Daftar

Ketua Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan PP Muhammadiyah Prof Lincolin Arsyad menyebut, ada pelegalan seks bebas di pasal 5 ayat 2 Permendikbud Ristek 30/2021.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com