Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dwi Umi Siswanti
Peniliti dan dosen Biologi UGM

Dosen dan peneliti Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada sejak 2010. Mengambil major Fisiologi Tumbuhan, khususnya Ekofisiologi. Saat ini sedang menempuh studi Doktoral di Fakultas Biologi UGM. Biofertilizer diteliti Dwi Umi sejak 2010 dan hingga kini telah menelorkan lebih dari 23 publikasi ilmiah. Dwi juga menemukan formula biofertilizer berbahan urin ternak dan konsorsium mikrobia (9 spesies) yang mampu menambat N,P,K, memproduksi fitohormon dan asam amino serta menghasilkan insektisida organik.

Dwi juga aktif dalam kegiatan pengabdian masyarakat dengan mengaplikasikan formula biofertilizer di lahan pertanian Gunung Kidul, Kulon Progo, Purworejo hingga Kabupaten Lombok Utara. Saat ini sedang mendampingi Petani Krisan dan Kopi di Gerbosari, Kulon Progo serta proyek penelitian pembuatan formula pupuk granul berbahan sludge limbah PT Sari Husada. Dwi adalah seorang istri dan ibu dari dua orang anak.

Ilustrasi untuk Mas Menteri, MBKM Pengabdian Masyarakat Berbasis Aplikasi Biofertilizer di Wisata Klayar Gunungkidul

Kompas.com - 31/10/2021, 19:13 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Wisata Klayar ini terletak di Desa Kedungpoh, Kecamatan Nglipar, Kabupaten Gunungkidul, 43 kilometer dari Kota Yogyakarta. Objek wisata ini dapat dijangkau dalam satu setengah jam dengan akomoda mobil dari Yogyakarta.

Kegiatan pengabdian masyarakat dalam program MBKM ini didasarkan pada hasil penelitian penulis sejak tahun 2010 dengan ditemukannya formula biofertilizer berbahan urin ternak dan konsorsium mikrobia.

Penelitian dilakukan sejak 2010 sampai saat ini dibarengi dengan kegiatan pengabdian masyarakat, di antaranya tahun 2010 di Desa Beji, Gunungkidul; 2013-2017 di Desa Wukirsari, Sleman; 2018 di Desa Depokrejo, Purworejo; 2019-2020 di Kabupaten Lombok Utara, NTB dan 2021 di Desa Kedungpoh, Gunungkidul.

Pada pelaksanaannya, penulis membagi kegiatan MBKM Pengabdian Masyarakat menjadi tiga bagian, yaitu pelatihan pembuatan biofertilizer dan pestisida organik, pelatihan aplikasi biofertilizer di lahan/demplot cabai serta pengukuran parameter pertumbuhan, dan produktivitas cabai rawit.

Ketiga mahasiswa anggota tim MBKM Pengabdian Masyarakat ini bertanggungjawab pada salah satu kegiatan. Pelatihan pembuatan biofertilizer telah dilakukan pada 3 Oktober lalu secara luring terbatas dengan peserta pelatihan 5 orang anggota Kelompok Tani Ngudi Makmur dan Pokdarwis Wisata Klayar.

Aplikasi biofertilizer telah dimulai sejak awal Agustus 2021, sepekan setelah pindah tanam. Pengukuran parameter pertumbuhan berupa tinggi tanaman dan jumlah daun dilakukan setiap sepuluh hari sekali dengan 20 ulangan pengukuran.

Pada tahap akhir (panen) dilakukan pengukuran kadar kepedasan (capsaicin) cabai rawit. Pada uji organoleptik, ditemukan bahwa cabai hasil panen dari Wisata Klayar ini mempunyai rasa lebih pedas dari cabai rawit di pasaran, namun saat ini Tim MBKM sedang menguji kadar capsaicin agar didapatkan data kuantitatif.

Mahasiswa anggota Tim MBKM Pengabdian Masyarakat Wisata Klayar, selain mendampingi Kelompok Tani Ngudi Makmur Klayar, juga menyusun analisis data lapangan sebagai data kuantitatif disamping data kualitatif.

Data sepanjang kegiatan ini sebagai bahan penyusunan publikasi ilmiah dan publikasi di media populer. Tim MBKM telah mempresentasikan hasil kegiatan ini di Seminar Internasional ORGATROP pada tanggal 28-29 Oktober 2021.

Mahasiswa juga akan mempresentasikan hasil kegiatan mereka pada tanggal 25-26 November 2021 di depan Dosen Penguji dan Mitra. Total kegiatan MBKM Pengabdian Masyarakat ini, tiap mahasiswa mengalokasikan waktu lebih kurang 12 jam/minggu selama 8 bulan (Maret-November).

Waktu 12 jam/minggu adalah waktu ideal untuk memenuhi 4 SKS sebagai beban kuliah MBKM ini, sebab, satu SKS diartikan sebagai 1 jam pelajaran (50 menit) di kelas, 1 jam pelajaran aktivitas mandiri, dan 1 jam pelajaran tidak terjadwal.

Memang, tidak serta merta 20 SKS, namun mahasiswa diperbolehkan mengambil mata kuliah MBKM lain yang ditawarkan dalam kurikulum fakultas sehingga dapat memenuhi 20 SKS. Jadi, apakah MBKM ini masih segaris dengan pemikiran Mas Menteri?

Selama proses pembelajaran Merdeka Belajar Kampus Merdeka Pengabdian Masyarakat ini mahasiswa tidak hanya mengaplikasikan pengetahuan dan ilmu mereka dari ruang kuliah, namun juga belajar berkomunikasi dan merancang program solusi atas permasalahan masyarakat.

Bila ditarik pada opini Profesor Bambang Sugiharto yang ramai dibicarakan kalangan akademik beberapa pekan terakhir bahwa, Pendidikan Sebagai Peternakan Bebek, tentu kegiatan MBKM ini melampaui ekspektasi ini.

MBKM Pengabdian Masyarakat bukan hanya melatih mahasiswa siap terjun di masyarakat (bila yang dimaksud bebek adalah penyiapan mahasiswa sebagai pekerja), namun lebih dari itu, mahasiswa menampilkan dirinya sebagai pendamping masyarakat dalam menemukan solusi atas keresahan dan permasalahan di tataran horizontal.

Menurut pemikiran penulis, program Merdeka Belajar Kampus Merdeka berbasis Pengabdian Masyarakat justru menjadi salah satu jalan agar mahasiswa sebagai level pelajar tertinggi, membuka pikiran dan wawasannya agar tidak mudah membebek.

Baca juga: Melihat dari Dekat Aplikasi Biofertilizer dan Electrifying Agriculture Petani Krisan Gerbosari

Mahasiswa dipaksa kreatif dan cerdas dalam menemukan solusi untuk tiap permasalahan di lapangan dan itu harus dilakukan secara mandiri. Dosen Pembimbing sebatas mengarahkan di awal kegiatan dan mengukur kemampuan mahasiswa dalam pelaksanaan kegiatan serta memberikan evaluasinya di akhir kegiatan.

Selepas mahasiwa lulus dari sebuah universitas, tidak ada satupun hak masyarakat apalagi pemerintah untuk memaksanya memasuki struktur-struktur yang ada. Lulusan universitas ini berhak memilih jalannya secara mandiri, bila akhirnya Sang Lulusan Universitas ini memasuki sistem/struktur, itupun dilakukan secara mandiri alias tanpa paksaan.

Maka, apakah mahasiswa kami ini Si Bebek itu? Semoga tidak! Jadi, Mas Menteri, MBKM kami sudah benar belum? (* Penulis adalah Dosen Pembimbing MBKM Pengabdian Masyarakat sekaligus Mahasiswa Program Doktoral Fakultas Biologi,UGM)

 

 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com