Oleh: Andrea Lusi Anari dan Jihan Aulia Zahra (*)
KOMPAS.com - Menjadi kreatif adalah salah satu tantangan yang dibutuhkan dalam bertahan hidup. Memiliki kreativitas dibutuhkan oleh semua orang, bukan hanya orang-orang tertentu saja. Hal yang patut dimiliki semua orang adalah berpikir kreatif.
Berpikir kreatif berarti berpikir untuk memecahkan masalah dengan sebuah solusi yang baru dan original serta bagaimana masing-masing dari kita dapat berkembang dari kreativitas yang kita miliki.
Sebelumnya, kita telah membahas bagaimana berpikir kreatif memiliki dampak terhadap pendidikan dan bagaimana dunia pendidikan memiliki peran dalam membentuk kreativitas tersebut. Baca: Peran Berpikir Kreatif di Pendidikan, Siasat Awal Menyelesaikan Masalah
Kreativitas masih sering diperdebatkan dalam berbagai penelitian. Misalnya, masih terdapat perdebatan mengenai pemisahan antara tingkat kreativitas dengan gaya kreativitas (Isaksen & Puccio, 1988).
Dahulu, kreativitas lebih sering diukur hanya sebagai tingkat kreativitas untuk menunjukkan kualitas dari kemampuan seseorang dalam berkreasi.
Dalam perkembangannya, pengukuran terhadap kreativitas dilakukan dengan melihat gaya kreativitas seseorang, bukan dari tinggi atau rendahnya kreativitas seseorang.
Pada tahun 1973, Michael Kirton mengembangkan suatu konsep yang diberi nama creativity style. Di dalam konsep tersebut, kreativitas bukan lagi sebagai suatu tingkatan atau kapasitas yang dimiliki seseorang, tetapi lebih merupakan cara atau gaya seseorang dalam menunjukkan kreativitasnya.
Baca juga: Meningkatkan Kegigihan dengan Growth Mindset
Kirton mengambil kesimpulan berdasarkan hasil penelitiannya bahwa terdapat dua kelompok pendekatan yang dilakukan seseorang dalam menghadapi masalah.
Kelompok pertama selalu berusaha untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik dengan mengikuti sistem ataupun struktur yang sudah ada (to do things better) yang disebut dengan kelompok adaptor.
Sedangkan kelompok kedua selalu ingin melakukan sesuatu dengan cara yang berbeda (to do things differently) bahkan menggunakan struktur yang benar-benar baru, yang disebut dengan kelompok innovator.
Creativity Style dipengaruhi oleh tiga aspek:
Berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan Kirton di atas, Growth Center kemudian mengembangkan alat tes bernama Growth Inventory—serangkaian alat tes yang digunakan untuk mengidentifikasikan beberapa karakteristik yang dibutuhkan agar mampu menghadapi situasi kompleks yang penuh ketidakpastian dan penuh dengan perubahan yang cepat—yang salah satunya mengukur creativity style.
Ada beberapa tipologi creativity style berdasarkan Growth Inventory:
1. Innovator
Tipe ini suka melakukan suatu hal dengan cara yang berbeda dari yang biasa dan lebih menyukai situasi yang tidak terstruktur.
Risiko ataupun dampak yang mungkin muncul tidak menjadi beban yang menghambat upayanya di dalam melakukan pembaharuan. Persetujuan dan penerimaan orang lain tidak menjadi hal utama bagi dirinya.
2. Ideator
Tipe ideator suka melakukan suatu hal dengan cara yang berbeda dari yang biasa. Ia tidak puas dengan situasi yang berjalan rutin dan terdorong untuk melakukan pembaharuan dari situasi tersebut.
Akan tetapi, persistensi untuk memastikan implementasi dari ide-ide pembaharuan yang ia kembangkan cenderung kurang optimal karena ia ingin memastikan penerimaan pihak lain atas usulan perbaikan yang ia kemukakan.
Baca juga: 5 Cara Mengembangkan Growth Mindset
3. Snowflake
Orang dengan tipologi snowflake suka melakukan suatu hal dengan cara yang berbeda dari yang biasa.
Akan tetapi, ia kurang berani mengambil risiko dan masih memiliki kebutuhan untuk diterima oleh kelompok sehingga ia cenderung memilih pendekatan-pendekatan yang telah terbukti efektif pada situasi tertentu dan melakukan penyesuaian terhadap ide-idenya agar dapat memfasilitasi kebutuhan orang lain dan dapat diterima oleh pihak lain.
4. Advocator
Tipologi ini suka melakukan suatu hal dengan cara yang berbeda dari yang biasa. Ia tidak puas dengan situasi yang berjalan rutin dan terdorong untuk melakukan pembaharuan dari situasi tersebut.
Ia tidak ragu berargumentasi untuk mendorong implementasi ide tersebut. Akan tetapi, ia kurang berani mengambil risiko atas hasil akhir yang tidak dapat diprediksi sehingga ia cenderung memilih pendekatan-pendekatan yang telah terbukti efektif pada situasi tertentu.
5. Adaptor
Tipe adaptor adalah mereka yang patuh terhadap aturan dan ketentuan yang berlaku, selalu berupaya bekerja dengan penuh kehati-hatian dengan mementingkan presisi, keandalan dan akurasi, serta memastikan adanya penerimaan pihak lain.
6. Insurgent
Tipe insurgent suka melakukan suatu hal dengan cara yang berbeda dari yang biasa. Ide-ide baru yang ia kembangkan lebih berfokus pada penyesuaian pendekatan yang selama ini digunakan dan ia tidak ragu berargumentasi untuk mendorong implementasi ide tersebut.
7. Evaluator
Tipe evaluator kurang menyukai tugas-tugas rutin dengan aturan dan prosedur kerja yang ketat.
Ide-ide baru yang ia kembangkan lebih berfokus pada penyesuaian pendekatan yang selama ini digunakan, karena implementasi hal baru yang hasil akhirnya tidak terprediksi membuat dirinya kurang nyaman.
Meskipun demikian, ia tidak ragu berargumentasi untuk mendorong implementasi ide tersebut, walaupun perubahan yang ia inisiasi masih terbatas pada penyesuaian sederhana dengan risiko yang minimal.
Baca juga: Pola Pikir Mahasiswa Indonesia, Growth Mindset atau Fixed Mindset?
8. Advisor
Tipe advisor patuh terhadap aturan dan ketentuan yang berlaku. Ia mengembangkan solusi dengan melakukan penyesuaian terhadap pendekatan yang biasa dilakukan. Ia tidak takut melakukan kesalahan terkait ide-ide penyesuaian yang ia tetapkan.
Namun, persistensi untuk memastikan implementasi ide-ide pembaharuan yang ia kembangkan cenderung kurang optimal.
Apabila ide-ide tersebut menghadapi perlawanan dari pihak lain, ia cenderung melakukan penyesuaian terhadap ide-ide tersebut agar dapat memfasilitasi kebutuhan orang lain dan dapat diterima.
Begitulah kedelapan tipologi dari creativity style. Bila dilihat kembali, manakah tipologi yang paling sesuai dengan dirimu?
Perlu diingat bahwa setiap tipologi memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Apapun tipologimu, optimalkan dirimu dengan tipologi yang kamu miliki agar dapat mengaktualisasi diri dan bertumbuh menjadi versi terbaikmu.
(*) Andrea Lusi Anari (Co-founder & COO Growth Center) dan Jihan Aulia Zahra (Content Writer & Editor Growth Center), HR Business Accelerator - membantu individu menemukan dan mengembangkan potensi diri, agar menjadi versi terbaik diri mereka | Powered by Kompas Gramedia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.