KOMPAS.com - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) terus melakukan berbagai upaya untuk melindungi kalangan anak-anak dan perempuan terhadap kekerasan.
Kemen PPPA menekankan pentingnya pencatatan dan pelaporan data kekerasan melalui Sistem Informasi Perempuan dan Anak (Simfoni PPA).
Berdasarkan Simfoni PPA pada periode 1 Januari-9 Juni 2021 terjadi 2.319 kasus kekerasan terhadap perempuan dewasa dengan jumlah korban sebanyak 2.347 orang.
Sedangkan kasus kekerasan terhadap anak sebanyak 3.314 kasus dengan jumlah korban sebanyak 3.683 anak.
Baca juga: Ikut UM Undip? Kamu Bisa Gagal Jika Lakukan Hal Ini
Kepala Biro Data dan Informasi Kemen PPPA Lies Rosdianty menjelaskan, data yang valid sangat bermanfaat untuk mengidentifikasi masalah dan menentukan opsi terbaik dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
"Data juga bermanfaat sebagai dasar dalam penyusunan kebijakan, program, dan kegiatan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak," kata Lies seperti dikutip dari laman Ruang Guru PAUD Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), Kamis (24/6/2021).
Lies menuturkan, keberadaan data valid dan terintegrasi juga bermanfaat sebagai bahan evaluasi terhadap intervensi dalam penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang telah dilakukan.
Saat ini sudah dilakukan pencatatan data kekerasan baik korban atau pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak pada unit-unit layanan. Namun mekanisme dan format pencatatan data kekerasan masih bervariasi sesuai kebutuhan unit layanan.
Baca juga: Kompasfest Goes To Campus: Mahasiswa Bisa Bersinar dengan Minatnya
Selain itu juga belum dilakukan standardisasi pencatatan, sehingga data yang dihasilkan sangat beragam.
"Kami mulai membangun aplikasi Simfoni PPA pada 2016 sebagai sistem pencatatan dan pelaporan kekerasan," beber Lies.
Lies menambahkan, tidak mudah untuk mendapatkan data kekerasan terhadap perempuan dan anak. Lies juga menilai bahwa selama ini kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan seperti fenomena gunung es.
Ada kemungkinan banyak kasus yang belum terdata yang tidak terungkap. Data yang ada tersebar dan tersedia di berbagai unit layanan penanganan kekerasan dan belum ada standar data. "Perlu integrasi data," tutur Lies.
Baca juga: Daftar Lengkap Statistik Nilai UTBK SBMPTN 2021 Per Kelompok
Ia menambahkan, saat ini user pengguna aplikasi Simfoni terdiri dari admin dari jenjang pusat, provinsi, kabupaten/kota. Selain itu juga ada operator dari berbagai unit layanan kekerasan perempuan dan anak di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.
Aplikasi ini dapat diakses operator dan publik secara riil time serta akses aplikasi melalui www.kekerasan.kemenpppa.go.id. Pemerintah mengajak semua pihak untuk bersama mewujudkan Simfoni PPA sebagai satu data kekerasan Indonesia.
Lies mengaku, tantangan yang dihadapi juga beragam di antaranya pelaporan dari masyarakat yang menunda pelaporan, pencatatan kasus oleh operator tertunda (tidak langsung mencatatkan dalam aplikasi ketika terjadi kasus), dan kompetensi pengelola aplikasi Simfoni PPA baik secara kualitas maupun kuantitas.
Baca juga: Ini Persiapan Madrasah Ikuti Pembelajaran Tatap Muka Terbatas