Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tips Ibu Hamil Terhindar dari Hipospadia ala Pakar Undip

Kompas.com - 23/06/2021, 15:56 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Pakar Genetika Medik Universitas Diponegoro (Undip), Sultana MH Faradz membagikan tips bagi ibu hamil agar terhindar dari Hipospadia terhadap janin saat proses persalinan.

Salah satunya, kata dia, ibu hamil agar mengurangi penggunaan obat penguat kehamilan.

Baca juga: Pakar Undip: Susu Tidak Buat Tubuh Gemuk

Sebab, penggunaan obat penguat kehamilan bagi ibu hamil yang marasa terancam keguguran tanpa resep dokter secara terus menerus bisa menyebabkan terjadinya Hipospadia.

Hipospadi yakni suatu kelainan yang menyebabkan letak lubang kencing (uretra) bayi laki-laki menjadi tidak normal dan merupakan kelainan bawaan sejak lahir.

"Artinya penggunaan obat penguat kehamilan terutama bagi ancaman keguguran harus mendapat petunjuk dari dokter, karena obat ini harus dengan resep dokter dan dosis yang dianjurkan pada waktu tertentu saja, bukan terus-menerus selama kehamilan," ucap dia melansir laman Undip, Rabu (23/5/2021).

Faktor lain penyebab Hipospadia, sebut dia, adalah faktor lingkungan, seperti penggunaan obat nyamuk bakar pada ibu hamil muda sepanjang malam.

Karena, obat nyamuk bakar merupakan bahan kimia yang dapat mengandung endocrine disruptors.

"Gangguan ini dapat menyebabkan tumor kanker, cacat lahir, dan gangguan perkembangan lainnya tak terkecuali kerancuan kelamin," jelas Sultana.

Baca juga: Intip Peluang Kerja Lulusan FPIK Undip, Ada Program Menyelam Juga Lho

Penyebab lainnya yang paling sering adalah faktor genetik, kehamilan ganda atau kembar, kelahiran premature, usia ibu hamil lebih dari 35 tahun serta orangtua yang merokok.

Dia mengingatkan, pada kasus pemain Timnas Voli Indonesia yang juga anggota TNI AD, Aprilia Manganang, hanya salah satu saja. Sebenarnya banyak kasus lain.

Dia menyebutkan, pada rentang tahun 2004-2020 di lingkup Jawa Tengah saja yang berkonsultasi ke Cebior ditemukan 1.069 kasus gangguan perkembangan seksual.

Dari kasus yang terdeteksi, 37 persen di antaranya merupakan Hipospadia, yakni kelainan yang terjadi pada saluran kemih dan penis.

"Sehingga pada mereka sering (terjadi) salah menentukan jenis kelamin bayi," tegas dia.

Karena banyaknya kasus hipospadia, dia terus bergiat menyuarakan perlunya dibuat standar manajemen penanganan dan gangguan perkembangan seksual secara nasional.

Dengan begitu, bisa dilakukan deteksi lebih dini dan penanganan yang maksimal terhadap kasus hipospadia.

Alhasil penderita kerancuan kelamin bisa hidup lebih baik dan tidak mengalami kebingungan gender.

Baca juga: Rektor Undip: Guru Besar Perlu Berhati-hati Gunakan Media Sosial

"Kalau ditangani sejak dini (kasus hipospadia) maka tidak terjadi kebingungan dalam menentukan gender, pola asuh dan kualitas hidup penderita akan lebih baik," pungkas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com