Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Undip: Penanganan Hipospadia di Indonesia Masih Miliki Kelemahan

Kompas.com - 16/04/2021, 17:25 WIB
Mahar Prastiwi,
Dian Ihsan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Belum lama ini publik dihebohkan dengan pemain tim nasional (timnas) voli Indonesia, Aprilia Manganang, yang didiagnosis mengalami hipospadia. Semenjak peristiwa ini, membuka pemahaman publik bahwa ada kemungkinan salah dalam penentuan jenis kelamin bayi.

Pakar genetika medik dari Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Prof. Sultana MH Faradz mendesak adanya standar manajemen penanganan gangguan perkembangan seksual secara nasional.

Karena, gangguan tersebut membutuhkan penanganan komprehensif dan multidisiplin.

“Penanganan sejak dini akan meningkat kualitas hidup penderita,” kata Prof. Sultana mengutip dari laman undip.ac.id, Jumat (16/4/2021).

Prof. Sultana mengungkapkan, pada rentang tahun 2004 hingga 2020 ditemukan 1.069 kasus gangguan perkembangan seksual.

Dari kasus yang terdeteksi, 37 persen di antaranya merupakan hipospadia, yakni kelainan bocor saluran jalan keluar air seni yang terjadi pada saluran kemih dan penis.

Baca juga: Gunakan Kursi Roda, Chantika Tetap Semangat Ikuti UTBK di Undip

Perlu standar manajemen penanganan

Sampai saat ini belum ada standar manajemen penanganan gangguan perkembangan seksual secara nasional.

Sehingga sering terjadi keterlambatan penanganan. Banyak penderita yang baru mencari bantuan untuk mengatasi kelainannya menjelang dewasa.

“Kalau ditangani sejak dini maka tidak terjadi kebingungan dalam menentukan gender, pola asuh dan kualitas hidup penderita akan lebih baik,” tegasnya.

Baca juga: Calon Mahasiswa, Simak Jawaban LTMPT Seputar Persiapan UTBK-SBMPTN

Mengenai penyebab hipospadia, lanjut Sultana, kelainan hormonal sebagai salah satu faktornya. "Bisa juga terjadi karena paparan lingkungan seperti pestisida dan obat nyamuk bakar. Selain itu juga bisa karena kelainan genetik,” imbuh Sultana.

Penyebab hipospadia

Menurut Sultana, penyebab hipospadia multifaktor dari gen maupun lingkungan. Bisa juga karena lahir prematur.

Oleh sebab itu, perlu dilakukan pemeriksaan kromosom pada bayi untuk meghindari kesalahan penentuan jenis kelaminnya.

Pada kasus pemain timnas voli Indonesia, Aprilia Manganang, yang didiagnosis mengalami hipospadia. Karena hipospadia berat dan disertai tidak turunnya testis (buah zakar) ke dalam kantong skrotum sehingga sering terjadi salah menentukan jenis kelamin bayi.

Selain itu ada sejumlah faktor lain yang menyebabkan lemahnya penanganan hipospadia, antara lain:

  • Lemahnya kesadaran dan pemahaman pemberi layanan kesehatan.
  • Fasilitas diagnostik yang minimal.
  • Adanya biaya pengobatan yang tidak ditanggung Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
  • Keterbatasan tenaga ahli.

"Terbatasnya obat-obatan juga menjadi faktor lain dalam penanganan hipospadia dan gangguan diferensiasi seks," kata Sultana.

Baca juga: Dosen UII Berikan Tips Mata Tetap Sehat Saat Belajar Daring

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com