Secanggih apapun PJJ disodorkan sekolah tanpa persetujuan dari wali murid hasilnya pasti kurang maksimal. Aturan protokoler yang ketat bukan berarti menutup akses bertemunya guru dengan wali murid.
Pemegang peran penting BDR seperti saat ini dalam mendidik dan mengajar lebih banyak dibebankan pada orang tua. Tanpa sosialisasi dan kemufakatan antara sekolah dan orang tua, program PJJ tidak akan berhasil.
Baca juga: Menghadirkan Satgas Selamat Sekolah di Tahun Ajaran Baru Besok
Kepala Sekolah dalam mengadopsi berbagai strategi untuk memilih model PJJ harus di sesuaikan pada kondisi geografis sekolahnya. Perlu adanya semacam MoU dengan wali murid untuk menentukan PJJ yang paling efektif.
Dimulai dari perekrutan daftar nama siswa dan wali murid untuk dibentuk grup paguyuban kelas, sampai pendataan untuk kepemilikan telepon pintar sehingga akan terpetakan siswa yang bisa daring atau luring.
Sekolah juga wajib menyediakan sarpras saat BDR dengan menyediakan kebutuhan buku paket bagi siswa dan guru.
Sebelum hari pertama di mulainya tahun ajaran baru, siswa sudah mendapatkan peminjaman buku paket maupun penunjangnya.
Pendistribusian dilaksanakan dengan mengundang wali murid dan jadilah momen ini dimanfaatkan untuk membangun kerja sama dan kesepakatan serta dialog untuk saling memberi masukan.
Sekolah perlu membuat PJJ yang dilaksanakan dengan mengedepankan pembelajaran yang bermakna namun tidak memberatkan siswa dan wali murid.
Kepala sekolah juga perlu mengeluarkan surat edaran tentang pedoman BDR dan aturan akademik yang mengacu pada aturan yang dikeluarkan Kemdikbud, maupun dinas terkait. Hal ini untuk menjadi acuan bagi guru dan orangtua dalam melaksanakan BDR.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.