Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

I-4 Diaspora: Pelajaran dari Jepang Dalam Penanganan Covid-19 dan "New Normal"

Kompas.com - 14/06/2020, 21:51 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

Sosialisasi ini cukup gencar dilakukan baik dalam skala nasional hingga kelurahan. Hampir setiap hari mendengar pengumuman dari pemerintah lokal lewat pengeras suara, agar menghindari 3Cs ketika status keadaan darurat diberlakukan.

Dengan adanya sosialisasi ini, warga bisa tahu tempat mana yang harus dihindari dan tempat mana yang boleh dikunjungi.

Kebiasaan Hidup Bersih

Selain sosialisasi 3Cs, kebiasaan lama orang Jepang juga memegang peranan penting dalam pencegahan Covid-19, seperti memakai masker, mencuci tangan, dan tidak bersalaman atau berpelukan.

Orang Jepang memiliki kebiasaan memakai masker untuk pencegahan penyakit, khususnya influenza di musim dingin, dan juga menghindari hayfever (alergi serbuk bunga/pohon) di musim semi.

Sehingga, sebelum wabah Covid-19 pun, tidak heran banyak dijumpai warga Jepang yang memakai masker walaupun tidak sakit. Masker akhirnya terbukti efektif mencegah penularan Covid-19 melalui udara.

Cuci tangan, khususnya sehabis pergi keluar, juga sudah menjadi kebiasaan sehari-hari masyarakat Jepang dan diajarkan sejak kecil.

Baca juga: I-4 Diaspora: Belajar Keberhasilan Zero Cases dari Normal Baru Brunei Darussalam

 

Anak TK dan SD pun sudah biasa diajarkan beberapa senandung khusus untuk mencuci tangan, sehingga durasinya cukup panjang (lebih dari 30 detik).

Cuci tangannya pun tidak hanya sekedar mencuci bagian permukaannya saja, namun hingga celah-celah jari, kuku dan pergelangan tangan menggunakan sabun.

Cara mencuci tangan yang benar bahkan lebih gencar disosialisasikan ketika Covid-19 mulai mewabah lewat artis-artis terkenal seperti Arashi dan Pikotaro.

Di sisi lain, mayoritas air keran di Jepang dipastikan memiliki kandungan chlorine (dari kaporit) yang cukup, antara 0.1 mg/L hingga 0.4 mg/L, untuk menjamin kehigienisannya.

Ketika menyapa atau bertemu orang lain, orang Jepang memiliki kebiasaan membungkukan badan daripada berjabat tangan atau berpelukan.

Bahkan sangat jarang sekali bisa menemui pasangan atau keluarga Jepang yang berciuman di muka umum. Kebiasaan non-contact ini secara tidak langsung, mencegah penularan melalui kontak fisik.

Selain itu, beberapa kebiasaan (manner) orang Jepang di transportasi publik sedikit banyak meminimalisir resiko penularan, seperti etika tidak diperbolehkannya berbicara di telepon atau bahkan mengangkat telepon jika sedang di dalam kereta.

Begitu juga dengan mayoritas orang Jepang yang menjadi sedikit berbicara begitu mereka menaiki kereta. Hal-hal tersebut mengurangi potensi keluarnya droplets dari mulut.

Kebiasaan-kebiasaan ini setidaknya mengimbangi potensi penularan di dalam kereta yang pada dasarnya adalah tempat yang bersifat 3C.

Kebijakan berbasis data

Poster Hindari 3Cs oleh pemerintah JepangDOK. I-4 JEPANG Poster Hindari 3Cs oleh pemerintah Jepang
Kebijakan yang diambil oleh Jepang bisa dikatakan tidaklah secanggih beberapa negara lain, seperti memakai aplikasi tracking di telepon genggam, namun lebih melakukan cara-cara sederhana seperti yang tertulis diatas.

Walaupun demikian, mereka mengambil kebijakan selalu berbasis data.

Pemerintah di awal telah membentuk tim penanggulangan klaster yang terdiri atas pakar epidemiologist, kesehatan dan data scientist.

Selain mendeteksi dan mencegah perluasan klaster melalui contact tracing, mereka juga menganalisis data penyebaran Covid-19 dan memberikan saran-saran kepada pemerintah daerah dan pusat.

Tim penanggulangan klaster tersebut tidak hanya berada di tingkat pemerintah pusat saja, melainkan juga di level masing-masing daerah (prefektur dan kota).

Baca juga: Jumlah Infeksi Virus Corona Masih Tinggi, Berikut Saran Peneliti Hadapi New Normal

Beberapa diantara kebijakannya adalah mengenai “menghindari 3Cs” dan saran target pengurangan 70-80 persen interaksi warga ketika status keadaan darurat. Dan tentunya, beberapa daerah memiliki kebijakan tambahannya masing-masing menyesuaikan keadaan penyebaran di daerah tersebut.

Bersama dengan tim ahli yang dibentuk pemerintah, tim penanggulangan klaster ini juga memberikan saran index yang digunakan pemerintah untuk memperpanjang atau mencabut status keadaan darurat. Sehingga kebijakan pemerintah bisa lebih terarah dan tepat sasaran.

Ketika PM Abe ingin mengumumkan kebijakan terkait Covid-19, pasti selalu dilakukan setelah mendapat persetujuan tim ahli tersebut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com