Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Perlukah Kurikulum Anti Bullying di Sekolah? Ini Kata Pakar UPI

KOMPAS.com - Kasus perundungan atau bullying kembali terjadi di SMP Plus Baiturahman Bandung, karena video siswa menendang kepala siswa lain beredar secara luas.

Masalah bullying ini seolah susah untuk dihentikan. Seringnya, penanganan kasus bullying, dilakukan tertutup antara sekolah, keluarga korban, dan keluarga pelaku.

Namun itu hanyalah solusi jangka pendek untuk korban maupun pelaku. Bagi jangka panjang, apakah perlu kurikulum khusus anti bullying atau mata pelajaran khusus untuk jenjang SD hingga perguruan tinggi dibuat?

Guru Besar bidang Pengembangan Kurikulum Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Prof Dinn Wahyudin mengatakan, sebetulnya akan lebih baik jika sekolah atau perguruan tinggi memiliki kurikulum anti bullying. Bahkan, memiliki mata kuliah anti bullying tentu akan menarik.

"Namun, menyusun kurikulum membutuhkan waktu yang lama dan proses yang panjang. Bahkan untuk membuat kurikulum baru perlu dukungan dari instansi yang berkaitan. Antara lain sekolah atau kampus, termasuk kebijakan khusus dari Kementerian dalam hal ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek)," kata dia kepada Kompas.com.

Dia menyebut, ada beberapa alur penyusunan kurikulum anti bullying bila dibuat.

Pertama, sekolah atau kampus membentuk satuan tugas (satgas) penyusun kurikulum.

Kedua, melihat regulasi dan materi anti bullying yang harus disusun dan disesuaikan dengan masing-masing jenjang pendidikan. Itu juga bagi sekolah perlu menyesuaikan dengan tingkat kelas siswa.

Di perguruan tinggi lebih kompleks penyusunannya.

"Karena bila menjadi mata kuliah, kan perlu menyusun materi per pertemuan selama 16 minggu ditambah materi ujian tengah dan akhir semester itu apa saja," tambahnya.

Sama halnya dengan sekolah. Menambah satu mata pelajaran baru bisa saja menambah waktu belajar siswa. Sehingga untuk bisa menghadirkan materi anti bullying, harus punya cara yang tepat agar bisa dilakukan.

"Caranya, integrasikan anti bullying di mata pelajaran, program, dan mata kuliah. Jadi siswa atau mahasiswa tetap bisa belajar apa saja mengenai bullying tanpa harus menunggu terlalu lama kurikulum yang baru," kata Prof. Dinn.

Dia mengatakan, integrasi materi anti bullying ke dalam mata kuliah atau mata pelajaran yang sudah ada lebih cepat.

Misalnya untuk jenjang kuliah bisa diintegrasikan ke mata kuliah psikologi dasar dan pendidikan kewarganegaraan.

Di jenjang sekolah, ada Profil Pelajar Pancasila yang bisa diintegrasikan dengan materi anti bullying.

Dalam Profil Pelajar Pancasila, ada 6 elemen yang ada, yakni berakhlak mulia, berkebhinekaan global, mandiri, bergotong royong, bernalar kritis, dan kreatif.

"Tinggal bagaimana dikaitkan dengan anti bullying. Misalnya, berakhlak. Apakah siswa yang suka bully termasuk berakhlak? Guru bisa menjabarkan kaitan akhlak dan perilaku bullying. Sama halnya bernalar kritis, dorong saja siswa berpikir kritis mengenai tindakan bullying. Apakah selama ini, pernah tidak sengaja melakukan itu?" tambah dia.

Kasus bullying yang terulang, sebut Prof. Dinn, bisa saja karena faktor normalisasi, power, dan ketidaktahuan siswa terkait perilaku bullying.

"Untuk itu, lekatkan materi bullying di ektrakurikuler, seperti Pramuka, Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), dan muatan lokal," tambahnya.

Sejauh ini, materi bullying berfokus pada pencegahan dan arti dari bullying.

"Jadi bisa ditambahkan porsi yang lebih banyak mengenai cara melawan bullying yang paling cepat," kata dia.

Pada materi bullying yang terintegrasi, bisa diisi dengan melakukan pendekatan-pendekatan yang persuasif. Misalnya tanya jawab atau anak-anak diizinkan untuk mengadu kepada pihak sekolah jika mengalami bullying.

https://www.kompas.com/edu/read/2022/11/22/082546471/perlukah-kurikulum-anti-bullying-di-sekolah-ini-kata-pakar-upi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke