Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Satelit NASA Memotret Fenomena Awan Berlubang di Langit Meksiko, Fenomena Apa Itu?

Kompas.com - 05/03/2024, 12:00 WIB
Alicia Diahwahyuningtyas,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Satelit Terra milik National Aeronautics and Space Administration (NASA) yang melintas di atas Teluk Meksiko memotret sebuah awan yang aneh.

Foto awan yang diambil melalui MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) pada Selasa (30/1/2024) menunjukkan adanya awan-awan yang berlubang tampak seperti gelembung.

Meski begitu, fenomena awan tersebut dinilai bukanlah hal yang baru.

Sebab para peneliti sebelumnya juga pernah mendokumentasikan awan serupa sejak 1940-an, dikutip dari Business Insider.

Akan tetapi, baru sekitar 15 tahun yang lalu para ilmuwan akhirnya menemukan penjelasannya, menurut NASA.

Lantas, apa sebenarnya fenomena awan berlubang yang terjadi di Teluk Meksiko itu?

Baca juga: NASA Cari Relawan untuk Simulasi Tinggal di Mars Selama Satu Tahun

Dijuluki sebagai awan cavum

Dilansir dari Earth Observatory NASA, fenomena awan berlubang yang terjadi di langit Teluk Meksiko itu disebut sebagai awan cavum, awan lubang-lubang, atau lubang jatuh.

Awan tersebut sangat besar sehingga bisa dlihat dari Bumi dan dari luar angkasa.

Apabila dilihat dari bawah, awan-awan itu mungkin akan terlihat seperti lingkaran besar atau elips yang terpotong rapi dari awan dengan gumpalan-gumpalan bulu yang tertinggal di tengah-tengah lubang.

Tak heran, jika banyak orang yang salah mengira bahwa awan tersebut adalah piring terbang atau fenomena yang tidak biasa.

Meski begitu, para ilmuwan secara berkala menyebutkan fenomena tersebut dalam jurnal ilmiah dan berspekulasi tentang penyebabnya sejak 1940-an.

Sepasang penelitian yang diterbitkan pada 2010 dan 2011, yang dipimpin oleh para ilmuwan dari University Corporation for Atmospheric Research (UCAR) memberikan penjelasan atas fenomena itu dengan mengesampingkan teori-teori lain.

Baca juga: Muncul Lingkaran Awan di Citra Radar BMKG Jawa Timur, Benarkah Tanda Angin Kencang atau Badai?

Proses terbentuknya awan cavum

Penelitian tersebut menjelasakan, awan cavum terbentuk ketika pesawat terbang yang bergerak melalui tepian awan altocumulus.

Awan tingkat menengah ini terdiri dari tetesan air cair yang mengalami pendinginan super.

Artinya, tetesan air tetap cair, bahkan ketika suhu berada di bawah titik beku air pada umumnya (32 derajat Fahrenheit, atau 0 derajat Celsius).

Pendinginan super terjadi ketika tetesan air sangat murni dan tidak memiliki partikel kecil, seperti debu, spora jamur, serbuk sari, atau bakteri, yang biasanya menjadi tempat terbentuknya kristal es.

Walau terdengar berlebihan, namun pendinginan super atau supercooling terjadi secara rutin di atmosfer Bumi.

Proses terjadinya ketika awan altocumulus menutupi sekitar 8 persen permukaan Bumi pada waktu tertentu. Di mana, sebagian besar terdiri dari tetesan air cair yang didinginkan secara berlebihan hingga mencapai suhu sekitar -15 derajat Celsius.

Meski begitu, awan yang sangat dingin pun memiliki batasnya.

Ketika udara bergerak di sekitar sayap pesawat dan melewati baling-baling pesawat terbang, sebuah proses yang dikenal sebagai ekspansi adiabatik akan terbentuk.

Proses ini terjadi ketika air didinginkan dengan tambahan 20 derajat Celsius atau lebih.

Kondisi itu dapat mendorong tetesan air cair hingga membuatnya menjadi kristal es, tanpa bantuan partikel udara.

Selanjutnya, kristal es akan menghasilkan lebih banyak kristal es lainnya saat tetesan cairan terus membeku.

Kemudian, kristal es tersebut akhirnya menjadi cukup berat dan mulai berjatuhan dari langit dan meninggalkan kekosongan di lapisan awan. Kekosongan inilah yang nantinya akan meninggalkan bentuk lubang pada langit.

Di sisi lain, kristal es yang jatuh sering terlihat di tengah-tengah lubang sebagai jejak curah hujan yang halus yang tidak pernah mencapai tanah, yang disebut virga.

Baca juga: Warganet Sebut Hanya Ada Awan Tipis di Yogyakarta Saat Wilayah Lain Hujan, Ini Penjelasan BMKG

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal 'Grammar'

Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal "Grammar"

Tren
Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Tren
Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Tren
Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Tren
Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Tren
Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Tren
Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Tren
Bisakah BPJS Kesehatan Digunakan di Luar Kota Tanpa Pindah Faskes?

Bisakah BPJS Kesehatan Digunakan di Luar Kota Tanpa Pindah Faskes?

Tren
BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas di Indonesia pada April 2024

BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas di Indonesia pada April 2024

Tren
Muncul Kabar Dita Karang dan Member SNSD Ditahan di Bali, Ini Penjelasan Imigrasi

Muncul Kabar Dita Karang dan Member SNSD Ditahan di Bali, Ini Penjelasan Imigrasi

Tren
10 Mata Uang Terkuat di Dunia 2024, Dollar AS Peringkat Terakhir

10 Mata Uang Terkuat di Dunia 2024, Dollar AS Peringkat Terakhir

Tren
Cara Ubah File PDF ke JPG, Bisa Online atau Pakai Aplikasi

Cara Ubah File PDF ke JPG, Bisa Online atau Pakai Aplikasi

Tren
Mengenal Penyakit Infeksi Arbovirus, Berikut Penyebab dan Gejalanya

Mengenal Penyakit Infeksi Arbovirus, Berikut Penyebab dan Gejalanya

Tren
Federasi Sepak Bola Korea Selatan Minta Maaf Usai Negaranya Gagal ke Olimpade Paris

Federasi Sepak Bola Korea Selatan Minta Maaf Usai Negaranya Gagal ke Olimpade Paris

Tren
Profil Joko Pinurbo, Penyair Karismatik yang Meninggal di Usia 61 Tahun

Profil Joko Pinurbo, Penyair Karismatik yang Meninggal di Usia 61 Tahun

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com