Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asal-usul Bantal Guling, "Dutch Wife" yang Temani Pria Eropa di Tanah Jajahan

Kompas.com - 11/11/2023, 19:00 WIB
Diva Lufiana Putri,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Hampir setiap tempat tidur di kediaman orang Indonesia dilengkapi dengan bantal guling.

Benda berbentuk tabung dengan permukaan empuk layaknya bantal ini sangat melekat dalam kehidupan masyarakat.

Bahkan, terdapat beberapa orang yang mengaku kesulitan tidur jika tidak memeluk bantal guling.

Kondisi tersebut sesuai dengan fungsi bantal guling saat pertama kali diciptakan. Konon, benda ini bertujuan untuk menemani para pria Belanda menjemput mimpi.

Lantas, bagaimana sejarah bantal guling?

Baca juga: Apa Itu Bajingan, dan Bagaimana Sejarahnya Jadi Kata Makian?


Sejarah guling, dulu bernama Dutch Wife

Dilansir dari Kompas.com, Sabtu (8/2/2020), dalam buku Jejak Langkah (1985) karya Pramoedya Ananta Toer, tertulis percakapan mahasiswa STOVIA tentang kehidupan Eropa mengenai guling.

Tertulis bahwa guling tidak ditemukan di negara-negara lain di dunia, sampai orang-orang Belanda dan Eropa lain berdatangan ke Indonesia.

Guling pada zaman itu diibaratkan sebagai teman atau pendamping tidur lantaran banyak penjajah yang datang tanpa didampingi istri atau pasangan.

Sebagai gantinya, orang Belanda membuat guling dengan panjang menyerupai manusia dan diletakkan di atas tempat tidur.

Bantal guling saat itu pun diberi nama "Dutch Wife" atau Istri Belanda.

Dikutip dari Mothership, Sabtu (7/10/2023), asal-usul nama Istri Belanda untuk menyebut guling tak lepas dari perang Inggris dan Belanda pada abad ke-17.

Kala itu, dua negara asal Eropa ini bersaing untuk memperoleh tanah jajahan di Asia Tenggara bagi kerajaan masing-masing.

Dari persaingan tersebut, orang Inggris menggunakan kata "Belanda" untuk menggambarkan hal-hal yang bersifat ejekan, termasuk Istri Belanda.

Keberadaan Dutch Wife semakin mendapat popularitas di Indonesia dan kawasan Asia Tenggara.

Pria Eropa pada masa kolonial yang kembali ke negara asal pun kerap kecewa karena harus menyesuaikan diri tanpa Istri Belanda.

Penyesalan tersebut salah satunya tertuang dalam sebuah artikel bertajuk "My Dutch Wife" yang diterbitkan koran Singapore Free Press pada 3 September 1923.

Melalui suratnya, seorang pria Inggris menyesalkan hotel "terkini" di London yang tidak mengetahui, apalagi menyediakan seorang istri berkewarganegaraan Belanda alias Dutch Wife.

Pria tersebut baru kembali ke Inggris setelah menghabiskan tujuh tahun di Negeri-negeri Selat, yang terdiri dari Pulau Pinang, Melaka, dan Singapura.

Baca juga: Celetukan Segede Gaban, Sebesar Apa Itu?

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com