Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bumi Dulu Pernah 19 Jam dalam Sehari Selama Satu Miliar Tahun, Kok Bisa?

Kompas.com - 23/06/2023, 06:15 WIB
Alicia Diahwahyuningtyas,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sebuah studi baru menunjukkan, pada masa lalu, Bumi memiliki durasi waktu yang lebih pendek dibandingkan dengan saat ini, yaitu 19 jam sehari.

Menurut penelitian yang dipublikasikan Senin (12/6/2023) di jurnal Nature Geoscience, sekitar 2 miliar hingga 1 miliar tahun yang lalu, satu hari penuh berlangsung lima jam lebih cepat daripada waktu sekarang.

Peneliti mengungkapkan, hal tersebut disebabkan karena jarak Bulan dengan Bumi yang sangat dekat.

Sejak saat itu, hari-hari di Bumi terus menjadi lebih panjang karena Bulan menjauh dari planet Bumi dan memperlambat rotasi Bumi.

"Seiring berjalannya waktu, Bulan telah mencuri energi rotasi Bumi untuk mendorongnya ke orbit yang lebih tinggi dan lebih jauh dari Bumi," ujar penulis utama studi Ross Mitchell, seorang ahli geofisika di Institut Geologi dan Geofisika Akademi Ilmu Pengetahuan Tiongkok dilansir dari Live Science.

Baca juga: Peneliti Menemukan Air Tertua di Bumi yang Berusia Miliaran Tahun, Bagaimana Rasanya?


Bagaimana peneliti mengukur panjang hari purba?

Hasil studi tersebut mengatakan, pada pertengahan era Proterozoikum, Bulan secara konsisten melayang pada jarak tertentu dari Bumi, mengulur panjang hari sekitar 19 jam selama 1 miliar tahun sebelum akhirnya mulai menjadi lebih panjang atau lama.

Para ilmuwan menyebut periode ini sebagai "boring billion" karena relatif stabilnya aktivitas tektonik Bumi, iklim yang stabil, dan evolusi biologis yang lebih lambat.

Untuk penelitian mereka, para peneliti memanfaatkan metode geologi yang relatif baru untuk mengukur panjang hari secara historis yang dikenal sebagai siklostratigrafi.

Teknik ini berfokus pada variasi endapan sedimen batuan.

Siklostratigrafi membantu para peneliti mengidentifikasi "siklus Milankovitch", perubahan orbit dan rotasi Bumi yang memengaruhi iklim planet ini.

Menganalisis banyak catatan siklostratigrafi tentang siklus Milankovitch memungkinkan para peneliti mengintip ke masa lalu dan menentukan mengapa Bulan melekat erat pada Bumi selama periode ini.

Baca juga: Mengenal Bulan dari Planet-planet di Tata Surya

Penyebab durasi waktu Bumi semakin panjang 

Dalam penelitiannya tersebut, mereka menemukan jawaban mengapa saat ini Bumi memiliki durasi waktu lebih panjang dibandingkan satu miliar tahun lalu, kemungkinan besar terkait dengan pasang surut yang memengaruhi rotasi planet.

Tarikan gravitasi dari Bulan mengendalikan pasang surut air laut di Bumi, sehingga memperlambat rotasi planet.

Namun, Matahari juga memberikan tarikan gravitasi dalam bentuk pasang surut atmosfer Matahari yang terjadi ketika sinar Matahari memanaskan permukaan Bumi dan mempercepat rotasi planet.

Saat ini, pasang surut Bulan memiliki kekuatan sekitar dua kali lipat dari pasang surut atmosfer Matahari.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Terkini Lainnya

Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Tren
Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Tren
Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Tren
Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Tren
Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Tren
BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

Tren
Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Tren
Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Tren
Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Tren
Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Tren
5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

Tren
5 Penyebab Anjing Peliharaan Mengabaikan Panggilan Pemiliknya

5 Penyebab Anjing Peliharaan Mengabaikan Panggilan Pemiliknya

Tren
8 Fakta Penggerebekan Laboratorium Narkoba di Bali, Kantongi Rp 4 Miliar

8 Fakta Penggerebekan Laboratorium Narkoba di Bali, Kantongi Rp 4 Miliar

Tren
UPDATE Banjir Sumbar: 50 Orang Meninggal, 27 Warga Dilaporkan Hilang

UPDATE Banjir Sumbar: 50 Orang Meninggal, 27 Warga Dilaporkan Hilang

Tren
Rusia Temukan Cadangan Minyak 511 Miliar Barel di Antarktika, Ancam Masa Depan Benua Beku?

Rusia Temukan Cadangan Minyak 511 Miliar Barel di Antarktika, Ancam Masa Depan Benua Beku?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com