KOMPAS.com - Beredar sebuah video yang diambil di sebuah jalan raya, menunjukkan banyaknya poster atau baliho berbagai ukuran yang memuat sosok Ketua DPR RI Puan Maharani.
Salah satu akun yang mengunggahnya adalah Instagram @pasifisstatee pada Selasa (21/12/2021).
Dalam video itu, dua orang yang mengendarai sepeda motor melintas di jalan raya yang kanan dan kirinya banyak terpasang poster Puan Maharani.
"Banyak banyak banyak... Kepak sayap kebhinekaan, ramai kayak pasar malam," ujar laki-laki yang menjadi pembonceng di sepeda motor itu.
Dalam unggahan @pasifisstatee, disebutkan kejadian itu direkam di jalanan dekat daerah lokasi terdampak bencana Semeru beberapa waktu lalu, tepatnya di Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
Baca juga: Jalan Panjang Puan Maharani Menuju Kursi Ketua DPR RI
View this post on Instagram
Baca juga: Kabinet Jokowi, Sandiaga Uno, dan Adegan Politik Kekuasaan...
Tak ayal, unggahan itu mendapat banyak komentar negatif dari para pengguna Instagram.
"Orang lain saat bencana: banyak banyak berdoa. Puan: kampanye," tulis @fredi_kurniaawan.
"Hati Nuraninya sudah mati, otaknya berapa inchi sih?" tulis akun lain, @liiing.18.
Baca juga: Selain Demokrat, Berikut Deretan Partai Politik yang Pernah Terpecah
Menanggapi adanya baliho di lokasi bencana Semeru, pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun menyebut sesungguhnya tidak ada aturan yang dilanggar oleh Puan.
Hanya saja, ia melakukan sesuatu yang menerobos batas etika.
"Dalam kasus Puan Maharani yang balihonya marak di arah daerah bencana, secara politik itu cara yang abnormal, bertentangan dengan hal etis kepublikan. Kesan yang muncul cenderung negatif, memanfaakan situasi bencana demi menaikan popularitas atau elektabilitas," kata Kang Ubed kepada Kompas.com, Rabu (22/12/2021).
Baca juga: Jalan Panjang Mulan Jameela Menuju DPR
Ubed menjelaskan, dalam perspektif politik, baliho menjadi instrumen untuk menginformasikan atau mengkampanyekan suatu gagasan untuk memberi pemahaman kepada publik atau menampilkan ketokohan seseorang untuk memperkenalkan tokoh yang bersangkutan.
"Jika hal itu menyangkut tokoh politik maka normalnya atau pada umumnya atau etika publiknya itu dilakukan saat momentum kampanye jelang pemilihan umum," sebut dia.
Pemilihan umum, jika yang dimaksud adalah pemilihan presiden masih akan digelar pada 2024.
Baca juga: Profil Presiden Kelima RI: Megawati Soekarnoputri