Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kecanduan Cari Kabar Negatif Soal Covid-19? Waspada Efek Doomscrolling

Kompas.com - 18/07/2021, 06:40 WIB
Artika Rachmi Farmita

Penulis

KOMPAS.com - Selama pandemi Covid-19, pernahkah anda berselancar di dunia maya membuat kita semakin stres, namun rasanya tak bisa berhenti? Lewat gawai, Anda akan menemukan berita negatif, gosip, hoaks, perdebatan netizen, hingga kabar duka berseliweran seperti tiada habisnya. Hati-hati, kemungkinan Anda mengalami efek doomscrolling.

Barangkali Anda bertanya-tanya, mengapa ada dorongan yang sangat kuat untuk menelusuri informasi tentang pandemi di media sosial. Perhatian tersedot dan semakin jauh mendapati kabar yang negatif dan menyeramkan. Selain secara intuitif mengetahui bahwa doomscrolling membuat kita merasa buruk, tapi kita sulit berpaling dan justru makin penasaran.

Apakah Doomscrolling Berbahaya?

Sebenarnya, doomscrolling bukan suatu perilaku manusia yang baru. Menurut kamus Merriam-Webster, doomscrolling dan doomsurfing adalah istilah yang merujuk pada kecenderungan untuk melihat atau menelusuri berita negatif, meskipun berita itu menyedihkan, mengecewakan, atau membuat kita depresi.

Pandemi membuat perilaku ini semakin lazim lantaran masifnya jumlah berita yang negatif dibandingkan sebelumnya. Sebuah penelitian juga menunjukkan bahwa ada hubungan antara kecemasan dan depresi dengan konsumsi media terkait Covid-19 dan banyaknya waktu yang dihabiskan berselancar melalui ponsel.

Meski jelas-jelas berdampak negatif terhadap mood dan ketenangan batin, mengapa kita masih melakukannya?

Seorang spesialis kecanduan, Paul L. Hokemeyer, meyakini bahwa doomscrolling menunjukkan tanda-tanda yang sama seperti kecanduan digital. "Kelihatannya tidak masuk akal jika seseorang dikatakan mengonsumsi berita negatif di media untuk membantunya mengatasi perasaan kewalahan atas semua hal negatif di dunia. Tapi begitulah sifat dari gangguan kecanduan," ujarnya.

Baca juga: Doomscrolling, Keinginan untuk Selalu Menelusuri Berita Negatif

Penulis buku "Fragile Power: Why Having Everything Is Never Enough" itu melanjutkan, doomscrolling adalah gangguan yang bikin ketagihan. Ini bisa terjadi bukan berdasarkan logika, tetapi melalui dorongan primer yang berasal dari bagian paling primitif dari otak kita yang dikenal sebagai sistem limbik.

Sistem limbik adalah sekelompok struktur yang saling berkaitan di dalam otak yang bertanggung jawab atas respon perilaku dan emosional seseorang. Seseorang dengan gangguan doomscrolling pada satu titik akan mencari informasi terkait peristiwa negatif secara online untuk memberi mereka kenyamanan.

"Hal itu memberi sensasi memiliki rasa kendali atas hidup dan melibatkan kecerdasan mereka. Di saat mereka berpikir seperti itu, mereka mendapat ketenangan dari berbagai fakta. Padahal apa yang sebenarnya mereka lakukan adalah gangguan hiperaktif dari reaksi emosional mereka."

Baca juga: Populer di Masa Pandemi Covid-19, Apa Itu Doomscrolling?

Hal senada dituturkan oleh direktur Media Psychology Research Center yang berbasis di California, Pamela Rutledge. Dilansir BBC, Rutledge menjelaskan perilaku doomscrolling ibarat hanya menggambarkan dorongan secara kompulsif untuk terus mencari dan mendapatkan jawaban ketika kita merasa ketakutan.

Namun, kita harus bisa menilai apakah dorongan mencari informasi sesegera mungkin tersebut benar-benar mendesak atau mengancam. "Memang manusia secara biologis terdorong untuk memperhatikan hal-hal semacam itu," katanya.

Bagaimana Agar Tak Kecanduan Doomscrolling?

Kita semua mengalami kondisi yang tak menentu akibat pandemi. Maka, berhenti melakukan kebiasaan doomscrolling adalah cara terbaik.

Rutledge memberi gambaran untuk orang-orang yang sedang diet. Dengan membuat "catatan makanan", seseorang yang ingin menurunkan berat badan bisa menyadari kebiasaan mereka makan selama ini. Ini bisa membantu mereka mencapai keberhasilan dalam diet.

Begitu pula dengan doomscrolling. “Cobalah mencatat berapa banyak waktu yang Anda habiskan untuk "menelusuri hal-hal negatif", kemudian ambil langkah untuk mengubahnya.”

Baca juga: Cobalah Atasi Kecemasan dengan Mindfulness Breathing, Teknik Apa Itu?

Rutledge menyarankan untuk menyetel pengatur waktu agar tetap mengawasi berapa lama waktu yang Anda habiskan di ponsel. “Tetapkan kapan saatnya Anda meletakkan ponsel untuk hari itu, atau mintalah pasangan mengingatkan untuk mematikan ponsel di malam hari.”

Waspada dan peduli terhadap sesama selama pandemi memang diperlukan. Namun sebaiknya kita juga waspada agar tak kecanduan informasi negatif akibat kebiasaan doomscrolling ini. Sembari tetap menaruh harapan agar pandemi segera berakhir.

Sumber: Kompas.com, BBC

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Jaringan Sempat Eror Disebut Bikin Layanan Terhambat, BPJS Kesehatan: Tetap Bisa Dilayani

Jaringan Sempat Eror Disebut Bikin Layanan Terhambat, BPJS Kesehatan: Tetap Bisa Dilayani

Tren
Seekor Kucing Mati Setelah Diberi Obat Scabies Semprot, Ini Kronologi dan Penjelasan Dokter Hewan

Seekor Kucing Mati Setelah Diberi Obat Scabies Semprot, Ini Kronologi dan Penjelasan Dokter Hewan

Tren
Riwayat Kafe Xakapa di Lembah Anai, Tak Berizin dan Salahi Aturan, Kini 'Tersapu' oleh Alam

Riwayat Kafe Xakapa di Lembah Anai, Tak Berizin dan Salahi Aturan, Kini "Tersapu" oleh Alam

Tren
Video Viral Detik-detik Petugas Damkar Tertabrak hingga Kolong Mobil

Video Viral Detik-detik Petugas Damkar Tertabrak hingga Kolong Mobil

Tren
Izin Paytren Aset Manajemen Dicabut OJK, Ini Alasannya

Izin Paytren Aset Manajemen Dicabut OJK, Ini Alasannya

Tren
Kelas BPJS Kesehatan Dihapus, Kemenkes Sebut KRIS Sudah Bisa Diterapkan

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus, Kemenkes Sebut KRIS Sudah Bisa Diterapkan

Tren
Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Tren
Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Tren
Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Tren
Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Tren
Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Tren
Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Tren
Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Tren
Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Tren
Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com