KOMPAS.com - Pusat-pusat bisnis di Myanmar tutup pada Senin (22/2/2021) bersamaan dengan aksi mogok kerja dan protes besar-besaran di Myanmar.
Sejak penangkapan Aung San Suu Kyi oleh junta militer pada 1 Februari 2021, rangkaian aksi protes atas kudeta militer terus bergilir.
Dilansir dari Reuters, ratusan orang menghadiri pemakaman Mya Thwate Thwate Khaing, seorang wanita muda yang menjadi simbol perlawanan pada Minggu (21/2/2021).
Ia ditembak di kepala pada 9 Februari 2021 saat melakukan protes.
Pada Sabtu (20/2/2021), dua warga tewas ketika polisi melepaskan tembakan di kota Mandalay, menandai hari paling berdarah dalam kampanye untuk pemulihan demokrasi.
Melansir The Guardian, seorang pengunjuk rasa berusia 23 tahun, dengan nama samaran Hla, menceritakan kesaksiannya atas penembakan yang terjadi saat aksi protes pada Sabtu (20/2/2021).
Polisi berjanji untuk mundur jika kerumunan bubar, tetapi ketika massa bubar, petugas menuding dengan tongkat dan menyerang masa aksi.
Baca juga: Kudeta Myanmar: Internet Dilumpuhkan, Kendaraan Lapis Baja Diterjunkan
Polisi memblokir jalan, memaksanya berlindung di lingkungan terdekat. Pasukan keamanan menembakkan gas air mata ke rumah-rumah.
Hla melihat seorang pria paruh baya yang ditembak di bagian perut dan lututnya.
"Peluru menembus dan saya bisa melihat ligamennya," kata Hla kepada The Guardian, Minggu (21/2/2021).
Ia mengatakan, tindakan brutal dan penumpasan terjadi bahkan setelah kerumunan mematuhi instruksi polisi.
Hla menyaksikan pasukan keamanan juga menembak ambulans karena yang terluka dibawa pergi oleh sukarelawan medis.
“Ada begitu banyak darah. Ketika orang-orang mengangkat tangan untuk memohon kepada polisi agar berhenti menembaki ambulans, itu tidak berhasil. Saya merasa seperti saya harus lari untuk hidup saya," kisah Hla.
Kesaksian lain disampaikan oleh seorang pekerja medis lokal yang berusaha membantu masa aksi.
Ia mengunggah foto di Facebook yang memperlihatkan seorang pria terluka, kepalanya diperban, dan duduk di belakang truk polisi.