KOMPAS.com - Hai, apa kabarmu? Separuh Desember sudah kita lalui dan kita sudah siap-siap berhitung mundur untuk menyambut tahun 2021.
Harapan baru banyak disematkan untuk tahun yang akan datang setelah kita menjalani tahun 2020 yang penuh ketidakpastian karena pandemi.
Belajar dari pengalaman rontoknya harapan untuk tahun 2020, banyak pihak tidak terlalu tinggi meletakkan harapan untuk tahun 2021.
Sikap lebih realistis ini adalah upaya meredam kecewa lantaran pandemi belum sungguh-sungguh teratasi.
Betul, sejumlah vaksin sudah ditemukan dan akan disuntikkan untuk mengakhiri pandemi ini. Namun, bagaimana vaksin diproduksi, bagaimana secara adil didistribusikan, bagaimana secara tepat diberikan dan bagaimana-bagaimana lainnya belum ada kejelasan.
Di negara kita adalah contohnya. Setelah kabar gembira lantaran datanganya 1,2 juta dosis vaksin Sinovac, China yang diharapkan bisa jadi awal mengakhiri pandemi, ketidakjelasan yang membuat tawar rasa gembira justru mengemuka.
Polemik yang membuat tawar bahkan meruntuhkan rasa gembira karena vaksin datang dari dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI). IDI menolak menjadi penerima vaksin pertama. Meskipun pada akhirnya disebut bahwa statemen ini sarkasme belaka.
Dapat dipahami situasi serba salah terkait pembarian vaksin ini. Dokter dan tenaga medis yang ada di benteng terakhir pertahanan dan didahulukan merasa jadi "kelinci percobaan". Karena alasan ini, ada penolakan dan minta para pejabat lebih dahulu divaksin.
Untuk diketahui, menurut data Tim Mitigasi PB IDI, sepanjang Maret hingga Desember, ada 342 petugas medis dan kesehatan yang wafat akibat terinfeksi Covid-19.
Sebaliknya, jika para pejabat negara seperti para menteri dan presiden menerima vaksin lebih dahulu, komentar juga akan muncul beraneka ragam. Salah satu yang bisa diduga adalah kritik karena mencari selamat sendiri karena punya kekuasaan.
Menurut Luhut, pemerintah mendahulukan rakyat, memberikan yang terbaik untuk rakyat. Kalau presiden mau disuntik duluan, hari ini juga bisa. Tetapi itu tidak dilakukan. Demikian Luhut membela.
Situasi seperti ini membuat berita datangnya 1,2 juta dosis vaksin produksi Sinovac, China diterima biasa-biasa saja, tidak dengan gegap gempita atau gembira. Tambahan 1,8 juta dosis vaksin dari China akan datang pada Januari 2021.
Jika ternyata benar-benar kabar gembira, adaptasi akan lebih mudah tentunya.