Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ratusan Ahli Tuduh WHO Sangkal Fakta Virus Corona Bisa Tersebar di Udara

Kompas.com - 05/07/2020, 15:23 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Selama ini, virus corona penyebab Covid-19 diketahui menyebar lewat droplets atau tetesan cairan tubuh penderita yang bisa jadi langsung masuk kepada orang lain atau jatuh dan menempel di berbagai benda.

Setidaknya itulah yang disampaikan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) sejak awal pandemi ini terjadi.

WHO juga Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) sejauh ini hanya menyampaikan virus ini bisa tertular dari dua hal: menghirup tetesan droplets orang yang terinfeksi dan menyentuh mata, mulut, atau hidung dengan tangan yang terkontaminasi virus.

Baca juga: WHO Tegaskan Vaksin Covid-19 Tak Akan Tersedia Sebelum Akhir 2021

Namun, para ahli menemukan bahwa virus sesungguhnya tidak hanya terdapat di percikan cairan tersebut kemudian jatuh ke permukaan benda, namun juga bisa melayang di udara.

Bahkan, virus di udara ini memiliki peran yang signifikan dalam menimbulkan jutaan kasus infeksi yang sejauh ini menyebabkan ratusan ribu jiwa melayang.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa partikel aerosol yang berasal dari cairan yang datang dari proses pernapasan, berbicara, batuk, dan bersin dapat menggantung di udara untuk waktu yang lama dan melayang sejauh puluhan meter dari tempat asalnya.

Baca juga: Virus Corona Dapat Bertahan di Plastik dan Stainless Steel hingga 3 Hari

Ini membuat penggunaan ruang yang tertutup menjadi berbahaya, meskipun satu sama lain sudah melakukan jaga jarak fisik sesuai yang dianjurkan.

"Kami 100 persen yakin tentang hal ini," kata profesor ilmu atmosfer dan teknik lingkungan dari Queensland University of Technology, Brisbane, Lidia Morawska.

Hal ini membuat ratusan ahli, bahkan disebutkan dalam SCMP, Minggu (5/7/2020), jumlahnya mencapai lebih dari 200 ahli yang menuduh WHO menyangkal adanya risiko penularan virus corona melalui udara atau aerosol

Baca juga: Ramai Flu Babi di China yang Berpotensi Pandemi, Ini Kata WHO

Badan PBB ini menyebut transmisi lewat udara bisa terjadi tapi biasanya hanya terjadi saat pelaksanaan prosedur medis, seperti intubasi yang dapat memuntahkan partikel mikroskopis dalam jumlah besar, tengah berlangsung.

Morawska membuat sebuah surat terbuka kepada WHO yang menuduh mereka gagal mengeluarkan peringatan yang sesuai terkait risiko penularan melalui udara ini.

Dalam sebuah riset dari New England Journal of Medicine disebutkan, virus yang tengah diteliti dalam laboratorium dapat bertahan hidup selama 3 jam, itu setara dengan 30 menit di lingkungan sesungguhnya.

Sementara itu, para peneliti di China menemukan bukti adanya aerosol yang mengandung virus corona di dua rumah sakit yang terletak di Wuhan, kota pertama transmisi virus diketahui terjadi.

 Baca juga: Berkaca dari Kasus Covid-19 di Pabrik Unilever, Apa Saja yang Perlu Diperhatikan?

Total terdapat 239 peneliti dari 32 negara bersatu menandatangani surat itu dan hasil penelitian yang mereka lakukan akan diterbitkan minggu ini dalam sebuah jurnal ilmiah.

Para peneliti ini begitu meyakini transmisi melalui udara ini menjadi satu-satunya penyebab paling masuk akal mengapa bisa terjadi penyebaran besar-besaran di sejumlah wilayah dunia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com