KOMPAS.com - Pada masa sebelum Revolusi Perancis (1789-1799), masyarakat di Perancis terbagi dalam tiga kelas sosial, yang memiliki hak dan kewajiban berbeda di bawah hukum.
Penggolongan kelas sosial di Perancis sebelum terjadinya revolusi terbagi atas golongan rohaniwan, bangsawan, dan rakyat jelata.
Golongan rohaniwan dan bangsawan memiliki tingkat hak istimewa yang jauh lebih besar daripada rakyat jelata.
Padahal, golongan rakyat jelata mewakili lebih dari 90 persen populasi Perancis saat itu dan membayar hampir semua pajak.
Ketidaksetaraan sosial yang memburuk menjadi salah satu faktor pemicu meletusnya Revolusi Perancis pada 1789.
Isu kelas sosial yang terus menjadi fokus selama revolusi akhirnya dihapuskan ketika Revolusi Perancis berakhir pada 1799, memberikan hak dan kewajiban yang sama terhadap seluruh rakyat.
Berikut ini tiga penggolongan kelas sosial di Perancis sebelum terjadinya revolusi di pengujung abad ke-18.
Baca juga: Semboyan Revolusi Perancis: Liberté, Egalite, Fraternité
Rohaniwan menjadi kelas sosial teratas karena mereka yang berdoa dipercaya layak mendapat tempat istimewa dan berperan sebagai pelindung jiwa masyarakat.
Melansir World History, sejarawan Perancis Georges Lefebvre, menyatakan bahwa dari 27 juta orang yang tinggal di Perancis pada 1789, setidaknya 100.000 orang di antaranya termasuk dalam golongan rohaniwan.
Sedangkan raja tidak masuk dalam kelas manapun karena raja Perancis yang dianggap sebagai "pria nomor satu di kerajaan".
Golongan rohaniwan memiliki kekuasaan yang bersar dan hak istimewa. Karena raja mengklaim bahwa otoritasnya berasal dari hak ilahi untuk memerintah, Gereja ikut andil dalam pemerintahan kerajaan.
Gereja mempunyai kekuatan politik dan sosial, bahkan catatan sipil dan hampir seluruh sistem pendidikan di Perancis dikendalikan oleh Gereja.
Gereja juga mempunyai wewenang untuk menyensor segala sesuatu yang dicetak.
Baca juga: Revolusi Perancis: Penyebab, Dampak, dan Pengaruh terhadap Indonesia
Para rohaniwan Perancis memantabkan diri sebagai sebuah institusi yang kuat dengan membentuk Majelis Umum, yang berkumpul setiap lima tahun untuk mengawasi kepentingan Gereja.
Majelis Umum itu yang mewakili seluruh golongan. Dengan demikian, golongan rohaniwan dapat memanfaatkan majelis untuk kepentingan mereka sendiri.